REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Upaya koordinasi dan sinkronisasi kebijakan diperlukan untuk mempercepat upaya menurunkan angka prevalensi stunting pada anak. Demikian kesimpulan dari diskusi ‘Koordinasi, Sinkronisasi, dan Pengendalaian Aksi Cegah Stunting’ yang diselenggarakan oleh Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) yang diikuti oleh Tim Pengerak Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dari tujuh provinsi, dinas, lembaga, dan organisasi daerah dari 23 Kabupaten prioritas untuk intervensi stunting baru-baru ini.
Deputi Bidang Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK, Dr. Sigit Priohutomo dalam pengarahannya menjelaskan Koordinasi, Sinkronisasi dan Pengendalian Aksi Cegah Stunting dibutuhkan untuk mendorong Pencapaian Sasaran Agenda Pembangunan Nasional yang menjadi target Nawacita pemerintah. Pendekatan multisektor untuk melakukan konvergensi program pencegahan stunting harus dilakukan di semua tingkatan sejalan dengan Strategi Nasional Pencegahan Stunting.
“Kami berharap agar Kabupaten Prioritas yang hadir dapat memastikan agar sumber daya diarahkan dan dialokasikan untuk mendukung dan membiayai kegiatan-kegiatan prioritas, terutama meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan gizi pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (Ibu Hamil dan anak usia 0-2 Tahun),” kata Sigit, Ahad (2/12).
Sementara itu, Dokter Spesialis Obgyn, Dr. dr. Dwiana Ocviyanti, SpOG (K), MPH, yang menjadi salah satu pembicara, menekankan bahwa asupan nutrisi yang baik dan seimbang seperti protein hewani dan suplemen gizi mikro (vitamin dan mineral) bagi calon ibu dan ibu hamil, serta pengecekan prakehamilan merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya Stunting pada anak.
Pembicara lain, Dokter Spesialis Anak, Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, SpA(K) menyatakan bahwa penyebab stunting yang paling utama adalah karena asupan nutrisi yang tidak optimal dan kebutuhan nutrisi yang meningkat akibat kondisi kesehatan sub-optimal yang disebabkan oleh penyakit pada balita.
“Sangat penting untuk terus dilakukan pemantauan status gizi balita di fasilitas kesehatan dan penguatan kapasitas tenaga kesehatan di puskesmas dan rumah sakit agar dapat menerapkan sistem rujukan yang baik,” ujarnya.
Dr. Damayanti juga merekomendasikan untuk pencegahan stunting yang spesifik dapat menggunakan Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus bagi balita yang mengalami gizi kurang, gizi buruk, prematuritas, dan alergi makanan.
Dalam program yang dilakukan di Kabupaten Pandeglang Banten, Damayanti mencontohkan, pemerintah daerah setempat berkomitmen untuk melakukan upaya pencegahan stunting terintegrasi. Beberapa upaya dilaksanakan mulai dari segi pendanaan, yaitu dengan melakukan penambahan anggaran pada APBD II serta penambahan menu dalam ADD.
“Penguatan regulasi untuk pencegahan stunting dibutuhkan untuk meningkatkan koordinasi diantara pemangku kepentingan yang terkait,” kata Damayanti.
Pemerintah memiliki komitmen kuat untuk menurunkan angka prevalensi stunting pada anak Indonesia. Berbagai kementerian dan lembaga telah merancang beragam program dalam rangka aksi cegah stunting. Namun tanpa koordinasi dan sinkronisasi kebijakan maka pelaksanaan program tersebut bisa menjadi kurang efektif.
Acara diskusi yang digagas Kemenko PMK ini diakhiri dengan penandatanganan komitmen untuk menindaklanjuti Aksi Cegah Stunting di masing-masing 23 Kabupaten Prioritas. Pemerintah Kabupaten diharapkan dapat melakukan koordinasi dengan seluruh pemangku kepentingan yang terlibat untuk konvergensi program guna merumuskan peta jalan (roadmap) terkait program intervensi gizi spesifik dan sensitif yang akan dilaksanakan.