REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Padang mewanti-wanti pemerintah daerah untuk tidak menjadikan Peraturan Daerah (Perda) tentang Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) sebagai justifikasi atas kekerasan dan diskriminasi terhadap kaum minoritas seperti pelaku LGBT. Pernyataan LBH Padang ini menyusul disahkannya Perda tentang Keamanan dan Ketertiban Umum di Kota Pariaman, Sumatra Barat pada Selasa (27/11) lalu. Dalam perda tersebut, ada dua pasal yang secara spesifik mengatur tentang perilaku LGBT.
"Jujur kita belum membaca keseluruhan Perda itu ya. Namun jangan sampai ini menjustifikasi tindakan kekerasan dan persekusi terhadap kelompok tersebut. Karena assessment atau penilaian terhadap kelompok itu kan tidak bisa dinilai dari fisiknya," ujar Direktur LBH Padang Wendra Rona Putra, Kamis (29/11).
Penilaian fisik yang Wendra maksud misalnya, seorang perempuan berambut pendek dan berperilaku seperti laki-laki atau seorang laki-laki yang bergaya sedikit kemayu, maka keduanya tak bisa langsung disebut sebagai pelaku penyimpangan seksual. Persoalan ini, terkait pihak yang disasar Perda LGBT, dikhawatirkan menjadi alat persekusi atau menuduh individu secara sepihak.
"Kekhawatiran kami lebih kepada itu. Jangan Perda ini menjadi melegalisasi atau menjustifikasi tindakan kekerasan terhadap mereka," katanya.
Wendra mempertanyakan apakah lahirnya Perda di Kota Pariaman sudah melalui kajian yang komprehensif atau belum. Kesannya, menurut Wendra, beleid tersebut seperti reaktif atas isu-isu tentang LGBT yang belakangan muncul.
Sementara itu, Anggota DPRD Kota Pariaman, Riza Saputra, menegaskan bahwa Perda tersebut tak bisa digunakan sembarangan untuk menangkap individu yang diduga pelaku LGBT. Ia menjelaskan bahwa beleid yang disahkan pada Selasa (27/11) lalu tersebut lebih menyasar pada pelaku LGBT yang diketahui mengganggu ketertiban masyarakat. Misalnya saja, pelaku LGBT yang secara terang-terangnya melakukan aktivitas perkumpulan dan akhirnya mengusik ketenteraman warga.
"Titik beratnya ketika mereka mengganggu ketertiban umum. Kalau kepada gestur tubuh individu, kita pahami sejak lahirnya begitu, kan susah juga kita atur. Tapi ketika dia mengganggu, seperti dia mejeng manggil-manggil orang. Buat perkumpulan, show, mengganggu orang, baru Perda ini berlaku," jelas Riza, Kamis (29/11).
Riza menambahkan, Perda tentang Keamanan dan Ketertiban Umum nantinya juga akan ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Wali Kota (Perwako). Perwako tersebut, ujar Riza, akan mengatur lebih rinci mengenai perilaku LGBT di Kota Pariaman.
"Sanksinya di Perda nantinya kewenangan akan diatur detil di Perwako. Yang jelas Perda sementara kami kenakan sejuta (rupiah)," kata Riza
Dalam beleid tersebut, ada dua pasal yang mengatur tentang LGBT. Pada pasal 24 diatur tentang aktivitas setiap orang yang berperilaku sebagai waria dan diketahui mengganggu ketenteraman masyarakat bisa dikenakan sanksi. Sementara di pasal 25, disinggng tentang larangan aktivitas setiap perempuan atau laki-laki yang melakukan perbuatan asusila sesama jenis.