REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PSSI sedang menyelidiki dugaan praktik curang pengaturan pertandingan di Liga 2 2018 yang melibatkan anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI bernama Hidayat. Komite Etik dan Komisi Disiplin PSSI, dua badan yudisial di internal federasi sepak bola nasional, tersebut dalam sepekan ini sedang mendalami kasus yang melibatkan dua klub, PSS Sleman dan Madura FC.
Ketua Komite Etik Letnan Jenderal (Letjen) Dodik Wijanarko kepada Republika.co.id mengatakan, kasus tersebut saat ini masih ada di ranah Komisi Disiplin PSSI. Kata dia, hasil penyelidikan dan sidang internal terkait kasus tersebut akan dibawa ke dewan etik karena melibatkan satu anggota Exco PSSI.
“Untuk saat ini, saya belum bisa bicara banyak karena masih dilakukan pengumpulan bukti-bukti dan keterangan,” kata Dodik, Jumat (30/11).
Namun Dodik memastikan kasus dugaan pengaturan pertandingan yang melibatkan antara Hidayat dan manajemen PSS Sleman bersama Madura FC di Liga 2, akan berujung pada pemberian sanksi. “Semua dalam kasus ini masih merasa benar. Tetapi kami (di Komite Etik) tunggu saja hasil dari Komisi Disiplin dulu nantinya seperti apa keputusannya,” ujar dia menambahkan.
Logo Liga 2
Kasus yang menyeret Hidayat sebagai anggota Exco berawal dari pengakuan manajer Madura FC, Januar Herwanti. Januar mengungkapkan, Hidayat menjadi perantara pengaturan pertandingan klubnya saat menghadapi PSS Sleman pada babak delapan besar Liga 2.
Pengakuan Januar lengkap dengan bukti salinan pembicaraan lewat pesan WhatsApp. Ia mengatakan, Hidayat menjanjikan uang senilai antara Rp 100 sampai 150 juta agar Madura mengalah demi PSS Sleman.
Saat ini, Liga 2 sudah memasuki babak final dengan mengantarkan PSS Slemen promosi ke Liga 1 2019 bersama Semen Padang FC. Sementara kesebelasan Madura FC, kandas di babak delapan besar.
Terkait tuduhan kepadanya, Hidayat saat ditemui wartawan di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, menerangkan duduk perkara kasus itu. Hidayat menerangkan, dirinya memang mengakui pernah berkomunikasi dengan Januar. “Saya memang pernah berkomunikasi dengan Januar. Apa yang dia buktikan dengan screen capture Whatsapp, itu benar. Saya tidak memungkiri itu,” ujar dia, pada Kamis (29/11).
Akan tetapi, Hidayat menegaskan, komunikasi tersebut terjadi pada awal Liga 2 dimulai. Yaitu sekitar Mei 2018. Hidayat menilai, bukti beberan Januar tentang pengaturan laga babak delapan besar tersebut menjadi tak masuk akal dengan melihat waktu dan kejadian. “Karena itu sudah lewat. Saya cuma sekali komunikasi dengan dia,” kilah dia.
Hidayat pun menceritakan asal muasal komunikasi dengan Januar waktu itu. Hidayat yang juga berpendidikan doktor itu mengatakan, ada seorang dari Sleman, Yogyakarta yang menghubunginya lewat telepon seluler. Namun Hidayat menolak mengungkap orang Sleman yang dia maksud.
Hidayat hanya memastikan orang Sleman tersebut bukan dari manajemen PSS Sleman. “Yang saya maksud orang Slemen itu bukan orang manajemen. Saya nggak tahu siapa orang Sleman yang menelepon saya,” kata dia.
Meski tak kenal, Hidayat mengatakan pembicaraan lewat seluler ketika itu meminta agar Madura FC melepas pertandingan saat menghadapi PSS Sleman. Namun Hidayat mengaku, meminta orang Sleman yang dimaksud agar berkomunikasi langsung dengan Januar sebagai manajer di Madura FC.
Hidayat melanjutkan, orang Sleman yang meneleponnya waktu itu mengenalnya sebagai pemilik Madura FC. Hidayat pun mengakui sebagai orang yang pernah memiliki Madura FC. “Saya itu punya lima klub. Dulu salah satunya Persebo Bondowoso yang sekarang jadi Madura FC. Jadi orang Sleman itu mengetahui saya sebagai pemilik Madura FC dan saya berkomunikasi dalam kapasitas orang Madura FC bukan Exco,” ujar dia.
Akan tetapi, Hidayat menerangkan kepemilikannya di Madura FC sudah selesai pada 2016. Yaitu ketika dirinya masuk ke jajaran pengurus PSSI periode 2016-2020 sebagai salah satu anggota Exco. “Saya anggota Exco dengan perolehan suara terbanyak,” ujar dia.
Karena statusnya sebagai anggota Exco PSSI, Hidayat menegaskan komunikasi dengan orang Sleman berakhir dengan permintaan agar komunikasi dilanjutkan langsung dengan Januar dari Madura FC. “Saya bilang waktu itu, monggo silakan langsung ke Januar. Saya tidak di Madura FC lagi,” kata Hidayat.
Hidayat mendefenisikan dirinya dalam pat gulipat pertandingan tersebut hanya sebagai penghubung dua pihak. “Jadi saya cuma sekali saja berkomunikasi. Setelah itu, saya serahkan ke Madura. Saya hanya seperti perantara saja,” ujar dia.
Namun Hidayat mengakui, komunikasi antara orang Sleman dan Januar menyebut angka lepas pertandingan di antara Rp 100 sampai 150 juta. “Itu sebagai uang jaminan. Biasalah itu kalau di lapangan untuk akomodasi pemain,” jelas dia.
Akan tetapi, saat hari pertandingan, Hidayat menerangkan kesepakatan melepas pertandingan tersebut, pun batal. “Pas hari H pertandingan, ternyata saya dengar nggak jadi. Ya saya ucapkan selamat dan saya doakan menang,” sambung dia.
Republika.co.id sempat bertanya kepada Hidayat tentang komunikasi antara dirinya dengan orang Sleman yang membicarakan soal rencana rekayasa pertandingan tersebut, apakah tidak melanggar kode etik, mengingat ia sebagai anggota Exco? Bahkan Hidayat pun tercatat sebagai Ketua Komite Kompetisi dan Pengembangan Usia Muda di PSSI. Hidayat mengatakan, dirinya tak mengerti soal defenisi etik tersebut. “Saya tidak tahu apakah itu melanggar kode etik karena posisi saya sebagai anggota Exco. Tapi saya berbicara ketika itu sebagai Madura FC,” ucap dia.
Lantaran tak tahu batas etiknya sebagai anggota Exco PSSI, Hidayat pun meminta agar dirinya disidang. Menurut dia, ini agar ia mengetahui apakah komunikasinya dengan orang Sleman dan Madura FC dapat dikatakan melanggara kode etik dan masuk dalam kategori pengaturan pertandingan. Ia menyerahkan semuanya kepada PSSI. “Saya harus konsultasi ke Komite Etik dan supaya Komisi Disiplin cepat menyidangkan kasus saya ini,” ujar dia.
Wakil Ketua Komisi Disiplin PSSI Umar Husin kepada Republika.co.id mengatakan, dalam sepekan ini, badan pengadil internal federasi sudah mulai menyelidiki kasus yang melihat Hidayat tersebut. “Kami belum putuskan. Tapi proses persidangannya sudah dilakukan dalam sepekan ini,” kata dia, Jumat (30/11).
Pada Kamis (29/11), Umar mengatakan, Komisi Disiplin sudah memanggil Januar. Pada akhir pekan ini, kata dia, Hidayat juga akan dimintai keterangan terkait dugaan pengaturan pertandingan itu.
Namun menurut Umar, apa yang dilakukan Hidayat sebetulnya sudah melanggar kode etik. Kata dia, sebagai anggota Exco PSSI, haram membicarakan, apalagi menjadi perantara jual beli pertandingan.
Umar mengatakan, sementara ini ada dua bakal sanksi yang menjadi acuan Komisi Disiplin terkait kisruh PSS Sleman dan Madura FC tersebut. Yakni, sanksi disiplin dan sanksi adminitratif. Sanksi disiplin, tentunya akan dijatuhkan kepada klub yang terlibat jika terbukti bersalah.
Adapun sanksi administratif, lanjut Umar, bakal menyasar Hidayat sebagai anggota Exco PSSI. Sanksi administratif tersebut selanjutnya akan disorongkan kepada Komite Etik sebagai acuan mengambil keputusan.
Menengok Statuta PSSI, Komite Etik bisa menjatuhkan sanksi berupa pemecatan terhadap anggota Exco PSSI yang melanggar kode etik dengan persetujuan dari forum Exco PSSI. “Sanksi administratif ini, jika terbukti melanggar kode etik,” kata Umar.
Umar pun meminta kepada semua klub yang bertalian dengan Hidayat segera melaporkan bukti-bukti valid sebagai acuan dalam mengambil keputusan.