REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) DKI Jakarta Tubagus Soleh Ahmadi menilai, Jakarta darurat sampah termasuk di wilayah perairannya. Tubagus mengatakan, pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi (pemprov) DKI Jakarta harus mengambil langkah serius menangani pengelolaan sampah.
"Pertama kami mau bilang bahwa Jakarta ini darurat sampah. Laut Jakarta ini darurat sampah. Selain sampah, pemerintah juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas industri di perairan dan laut Jakarta," ujar Tubagus saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (28/11).
Tubagus menganggap, pemerintah tidak serius dalam menangani pengelolaan sampah dan pengawasan kegiatan industri di wilayah perairan Jakarta. Pasalnya, Tubagus menyebut, masih banyak sampah dan limbah industri yang ditemukan di laut Jakarta.
"Pemerintah ini tidak serius untuk mengawassi aktivitas-aktivitas sifatnya industri, kita tahu bahwa perairan di Jakarta bukan hanya sampah tetapi juga industri lainnya karena ini berbahaya," katanya.
Menurutnya, wilayah perairan di Jakarta harus terbebas dari sampah dan pencemaran lingkungan. Sebab, ada kehidupan di sana termasuk kelangsungan hidup biota laut dan warga pesisir dan nelayan yang masih menggantungkan hidupnya dari hasil laut.
"Menurut kami, Pemprov DKI harus mengeluarkan kebijakan larangan penggunaan plastik, styrofoam, dan segala produk-produk kemasan terutama yang berpotensi mencemari lingkungan," jelas Tubagus.
Tubagus mengkritisi pemberlakuan cukai karena belum efektif saat ini untuk diterapkan. Ia mengatakan, dengan pemberlakuan cukai plastik tidak membuat produsen bertanggung jawab mengelola sampah. Padahal, menurut dia, selain larangan penggunaaan plastik, pemerintah perlu mengawasi produsen agar bertanggung jawab mengelola sampah dari produknya.
Selain itu, Walhi juga menolak rencana Pemprov DKI Jakarta mengelola sampah dengan teknologi bakar-bakaran untuk Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) bukan jawaban tepat mengatasi persoalan sampah. Tubagus mengatakan, mengelola sampah dengan dibakar justru berpotensi mencemari udara Jakarta.
"Menolak pengolahan sampah dengan teknologi bakar-bakaran. PLTSa atau teknologi bakar-bakaran ini berpotensi mencemari udara Jakarta," tutur dia.