REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pemerintah Provinsi Sumatra Barat memilih menempuh jalan tengah berupa koordinasi dengan perusahaan dan masyarakat untuk melerai penolakan terhadap pengembangan proyek panas bumi di Kabupaten Solok. Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sumatra Barat, Heri Martinus, menyebutkan bahwa pihaknya telah beberapa kali mendudukkan seluruh pihak untuk mengerucutkan pemahaman tentang pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP).
Gelombang penolakan oleh sebagian masyarakat Gunung Talang terhadap proyek panas bumi memang memanas dalam setahun belakangan. Akhir 2017 lalu, bahkan terjadi pembakaran kendaraan perusahaan oleh oknum warga yang menolak proyek panas bumi ini.
"Pertemuan terakhir dimediasi oleh Komnas HAM. Namun, beberapa pihak yang kami nggak tahu dimotori siapa dan apa motivasinya, tak mau menerima penjelasan," jelas Heri, Selasa (26/11).
Heri mencoba meyakinkan bahwa pemerintah tidak mungkin meloloskan izin pengembangan panas bumi bila dianggap merugikan masyarakat sekitar. Menurutnya, jalan panjang sudah ditempuh baik oleh pihak perusahaan dan pemerintah untuk akhirnya memberikan wewenang pengelolaan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) Gunung Talang - Bukit Kili kepada PT Hitay Daya Energy.
"Justru, masyarakat Gunung Talang yang di sekitar proyek malah menerima. Dan mereka merasa jadi korban karena ketidak-sepemahaman masyarakat di luar itu yang menolak (proyek panas bumi)," kata Heri.
Dinas ESDM Sumatra Barat mencatat jadwal pembangunan fasilitas PLTP di Gunung Talang sudah molor dari seharusnya. Heri menyebutkan, demi mengantisipasi makin molornya pembangunan proyek, pihaknya menggandeng forum koordinasi pimpinan daerah untuk melakukan langkah percepatan.
"Kami maraton untuk koordinasi. Karena Hitay belum lakukan ekspolitasi. Dia baru penelitian, dan itu belum apa-apa di lapangan," katanya.
Terkait keresahan masyarakat soal dampak lingkungan akibat pengembangan panas bumi, Heri menjamin pemerintah tunduk pada aturan tentang penerbitkan analisis dampak lingkungan (Amdal). Ia meminta masyarakat melihat potensi manfaat yang akan diterima, berupa listrik dan pendapatan daerah yang didapat dari pengelola WKP.
"Kita jangan terlalu phobia terhadap sesuatu yang belum terjadi. Negatifnya disebarkan sementara positifnya diabaikan," katanya.
Sebagai informasi, PT Hitay Daya Energy sebelumnya telah memperoleh izin pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di atas lahan seluas 27 ribu hektare di kawasan Gunung Talang dengan jangka waktu 37 tahun. WKP Gunung Talang - Bukit Kili mengandung sumber daya sebesar 24 MWe (Mega Watt elektrikal), dengan cadangan terduga totalnya 66 MWe. PLTP yang akan dibangun Hitay sendiri nantinya berkapasitas 20 MWe dan ditargetkan operasi pada 2022.