REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabiro Humas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, dibutuhkan keseriusan dari partai politik untuk memperbaiki sistem integritas menjelang pemilu. Berdasarkan data KPK, dari 891 pelaku korupsi yang sudah dijerat sebanyak 61,17 persen di antaranya atau 545 koruptor yang ditangani KPK berasal dari unsur politik.
Bahkan, 545 aktor politik yang dijerat KPK terdiri dari 69 orang anggota DPR-RI, 149 orang anggota DPRD, 104 Kepala Daerah. Selain itu terdapat 223 orang pihak lain yang terkait dalam perkara tersebut. "Perbaikan di sektor politik ini perlu kita sikapi bersama secara serius. Dari kajian KPK, salah satunya yang harus diperbaiki itu pendanaan politik, perbaikan pendanaan politik bukan soal jumlah saja, juga soal pengelolaannya, akuntabilitas dan transparansinya," kata Febri di Gedung KPK Jakarta, Selasa (27/11).
KPK, sambung Febri, juga ikut mendorong adanya peningkatan dana partai politik. Diketahui, sbelumnya, dana Parpol sebesar Rp 108 per suara. Berkat dorongan dari KPK, saat ini sudah ada peningkatan dana Parpol menjadi Rp 1000 per suara yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Perbaikan pendanaan politik ini bukanlah soal jumlah saja tapi soal pengelolaannya. Akuntabilitas dan transparansinya karena ini kan uang rakyat ya," tegas Febri.
Untuk itu, lanjut Febri, KPK berharap seluruh dana yang dipergunakan dapat dipertanggungjawabkan oleh partai politik. Berdasar PP Nomor 1/2018 tentang Bantuan Keuangan Parpol, setiap Parpol harus menyerahkan Laporan pertanggungjawaban (LPJ) dana bantuan keuangan partai politik kepada kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk diaudit.
"Karena kalau tidak masyarakat juga akan enggan untuk merelakan APBN digunakan untuk Partai Politik apalagi di tengah aktor-aktor politik sangat banyak yang diproses dalam kasus korupsi," ucapnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, dari kajian yang dilakukan KPK bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) saat menyusun Sistem Integritas Partai Politik (SIPP), KPK juga mendorong pengaturan dan penegakan etika di partai politik untuk membangun kepercayaan masyarakat. Salah satunya adalah penegakan etika baik secara internal ataupun semacam dewan etik atau proses penegakan etika yang dilakukan oleh eksternal Partai Politik.
"Sehingga masyarakat bisa mempercayai hasil dari penegakan etika," tuturnya.
Tak hanya itu, lanjut Febri, KPK juga merekomendasikan perbaikan proses rekrutmen partai politik. Diharapkan, nantinya dengan proses rekrutmen yang berintegritas, posisi-posisi krusial di internal partai politik maupun orang-orang yang diusung Partai Politik sebagai calon pemimpin di Eksekutif dan Yudikatif merupakan orang-orang yang memang berkompeten dan berintegritas dan bukan lagi karena kedekatan dengan pimpinan partai atau orang-orang yang memiliki kekayaan atau aset.
"Diharapkan bisa meminimalisir adanya kebijakan Parpol yang lebih berorientasi pada pihak yang lebih memiliki modal. Tentu juga terkait rekrutmen Parpol terhadap calon-calon kepala daerah ataupun proses pencalegan atau calon pimpinan lainnya," harap Febri.
Febri mengatakan, KPK sangat menyesalkan banyaknya aktor politik yang terjerat korupsi. Korupsi di sektor politik ini merupakan salah satu faktor yang membuat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia stagnan. Untuk itu, KPK berharap tak ada lagi politikus yang terjerumus melakukan tindak pidana korupsi.
"Data CPI Indonesia Tahun 2017 yang dirilis oleh Transparency International (TI) Tahun 2017 pun menunjukkan stagnasi IPK Indonesia di angka 37 salah satunya disebabkan turunnya indeks PERC (Political and Economic Risk Consultancy) hingga 3 poin," ungkapnya.
Apalagi, tahun depan digelar Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres). Momen politik tersebut menempatkan partai politik dalam posisi yang strategis. "Selain karena Parpol sebagai satu-satunya pengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, para calon yang akan mengisi kursi DPR dan DPRD juga berasal dari partai politik," katanya.
Oleh karena itu, pada awal Desember nanti tepatnya pada (4/12), KPK akan menggelar Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) 2018 di Jakarta. Berbeda dengan kegiatan serupa sebelumnya, dalam KNPK ke-13 ini, KPK menempatkan partai politik sebagai perhatian utama dengan mengusung tema 'Mewujudkan Sistem Integritas Partai Politik di Indonesia'.
"Ini merupakan KNPK pertama setelah dilaksanakan 12 kali sebelumnya yang menempatkan Partai Politik sebagai perhatian utama," kata Febri.
Apalagi, sambung Febri, dengan sistem pemilu saat ini, 16 Parpol yang akan mengikuti kontestasi politik di tahun 2019 dinilai KPK berperan penting untuk menghasilkan wakil-wakil rakyat serta presiden dan wakil presiden yang berkualitas dan berintegritas yang akan memimpin Indonesia untuk lima tahun ke depan. Untuk itu, selain imbauan pada para penyelenggara negara untuk tidak melakukan korupsi, pembangunan Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) menjadi salah upaya yang penting dilakukan.