REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Persoalan sampah menjadi salah satu ancaman bagi ekosistem laut. Nelayan Kampung Bugis, Kelurahan Bintaro, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Suliyan, mengatakan, persoalan sampah di perairan Lombok sudah berlangsung sejak lama.
Kampung Bugis tempatnya tinggal merupakan wilayah pesisir, di mana hampir 90 persen penduduknya sebagai nelayan. Suliyan biasanya melaut hingga Selat Lombok dan Bali pada awal tahun. Untuk saat ini, pria berusia 77 tahun hanya melaut di pinggir Pantai Ampenan dan sekitarnya.
"Kalau sampah di antara selat sudah kayak apa, biasanya perputaran arus, Selat Bali-Lombok ini sudah menggunung-gunung, termasuk sampah plastik," ujar Suliyan kepada Republika.co.id di Mataram, NTB, Senin (26/11).
Hal tersebut tak lepas dari letak geografis selat yang menjadi pertemuan dua arus. Pengalamannya melaut hingga ke Selat Lombok-Bali membuatnya kerap menjumpai berbagai sampah seperti kayu yang berasal dari Kalimantan atau Sulawesi.
"Kayu-kayu yang hanyut dari Sulawesi dan Kalimantan biasanya gabung juga sama sampah, termasuk sampah plastik," lanjutnya.
Selain di selat, kata Suliyan, sampah juga biasanya berada pada area pertemuan sungai dan laut seperti yang ada di tepi muara Sungai Meninting, Kabupaten Lombkk Barat, yang berjarak sekira 1 kilometer (Km) dari Kampung Bugis. Sebagai nelayan, dia tahu persis titik-titik penumpukan sampah yang berada di laut. Banyaknya sampah, kata dia, berdampak besar bagi tangkapan para nelayan yang berada di area pertemuan laut dan sungai seperti di tepi muara Pantai Meninting.
"Yang merasa terganggu itu nelayan pinggir karena menarik lewat pinggir, nanti yang naik bukan ikan tapi sampah," ucap Suliyan.
Suliyan juga tidak menampik kebiasaan negatif masyarakat pesisir yang kerap membuang sampah ke laut. Hal tersebut, dia katakan, telah berlangsung sejak lama.
"Itu kayaknya sudah tradisi, kebiasaan, karena tidak ada yang mengangkut (sampah), paling efektif dan efisien ya sudah ke laut," katanya.
Suliyan menyampaikan, sejatinya sudah ada program dari pemerintah daerah yang mengangkut sampah dari masyarakat. Namun, hal tersebut belum berjalan maksimal sehingga banyak warga yang memilih jalan pintas dengan membuang sampah ke laut. Dia menilai, kebiasaan negatif ini bisa diubah dengan cara pendekatan yang efektif dari pemerintah, termasuk melalui program yang cepat dan tepat sasaran.
"Harus ada penataan pemerintah, kita di Pantai Ampenan juga banyak (sampah), kalau musim hujan banyak sampah dari hulu ke hilir gabung sampahnya ke laut," ungkap Suliyan.