REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Presiden Republik Indonesia sekaligus Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI), Jusuf Kalla mengakui pihaknya kesulitan untuk mengawasi masjid-masjid pemerintah yang terindikasi terpapar paham radikal. Karena itu, Kalla akan mengundang masjid-masjid pemerintah tersebut untuk memperbaiki pengelolaannya.
"Itu kita akan undang nanti masjid-masjid di kantor-kantor pemerintah untuk mengevaluasi, memperbaiki. Jadi kesalahannya yang umumnya masjid pemerintah ini diurus pegawai-pegawai yang tingkat di bawah, sehingga sulit kontrolnya," ujar Kalla usai menutup Rapat Kerja Nasional (Rakernas) DMI di Hotel Grand Sahid Jaya pada Ahad (25/11).
Karena itu, Kalla meminta agar nantinya pengurus-pengurus masjid di kantor pemerintahan tersebut nantinya bisa diketuai langsung pejabat yang lebih tinggi, khususnya yang lebih memahami masalah keagamaan.
"Sekarang kita minta pengurus masjid itu diketuai pejabat lebih tinggi yang memahami keagamaan dan juga menguasainya. Sehingga bisa tersaring sistemnya itu," ucap Kalla.
Kalla menambahkan, rencananya pihaknya akan mengundang pengurus masjid pemerintah tersebut dalam waktu dekat ini, sehingga penyebaran radikalisme bisa segera diantisipasi. "Ya segera ini kita undang, bukan dipanggil," kata Kalla.
Badan Intelijen Negara (BIN) belum lama ini mengungkapkan bahwa ada sekitar 50 masjid di instansi pemerintahan yang terindikasi radikal. Data tersebut diungkap BIN setelah menindaklanjuti survei Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat Nahdatul Ulama (P3M NU) yang sebelumnya mengungkap bahwa ada 41 masjid pemerintah yang terpapar paham radikalisme.