Ahad 25 Nov 2018 07:07 WIB

Stella Award dan Hukum di Indonesia

Bagaimanakah dengan fenomena hukum di Tanah Air?

Asma Nadia
Foto:

Selanjutnya, Mary Ubaidi dari Ilinois, pada 2004 dipilih sebagai penerima Stella Award. Alasannya, ia menuntut Mazda karena luka yang diderita akibat kecelakaan.

Luka terjadi karena ia tidak memakai seatbelt, dan ia mengajukan tuntutan hukum sebab Mazda tidak memberi petunjuk bagaimana mengenakan seatbelt – sementara yang bersangkutan menyatakan tidak pernah memakai seatbelt sebelumnya.

Berikutnya terpilih Christopher Rooller, tahun 2005, sebagai penerima Stella Award karena mengklaim dirinya sebagai Tuhan. Tidak hanya itu, dia menuntut pesulap David Coperfield serta David Blain, royalti akan aksi keduanya di panggung yang--menurut dia--mencuri kemampuan Tuhan.

Pada 2006, Allen Ray Heckard yang merasa sangat mirip Michael Jordan, menuntut sang legenda Basket serta Nike untuk membayar dirinya, karena kemiripan tersebut memberi konsekuensi pribadi.

Stella Award selanjutnya pada 2007, dianugerahkan kepada Roy L Pearson Jr yang menuntut sebuah perusahaan laundry, yang menghilangkan celana miliknya. Tidak tanggung-tanggung uang yang dituntut senilai 65 juta dolar AS atau sekitar satu triliun rupiah. Yang lebih aneh lagi, Pearson adalah seorang hakim di Washington.

Sebenarnya selain di atas, masih beragam versi palsu Stella award, dalam arti tidak disusun langsung oleh komedian Randy Cassingham. Walau demikian, banyak di antaranya merupakan kasus hukum yang bahkan jauh lebih menggelikan serta tidak masuk akal.

Bagaimanakah dengan fenomena hukum di Tanah Air? Apakah semua berjalan sesuai asas keadilan, atau di antaranya ada yang teramat tidak masuk akal dan layak mendapatkan semacam Stella Award?

Meski apa yang terjadi di Tanah Air, termasuk kasus-kasus teranyar, dicermati berbagai pihak di masyarakat sebagai sebuah ketimpangan, bukan tuntutan aneh bin ajaib dari korban. Justru sebaliknya.

Kalau begitu barangkali kebalikan Stella Award? Lalu, apa nama yang tepat untuk anugerah demikian di Indonesia? Prita Award, Cicak Buaya Award, atau Nuril Award?

Mungkin terdengar konyol, tapi alih-alih menimbulkan senyum atau tawa, ide barusan justru membuat saya tercenung.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement