Ahad 25 Nov 2018 00:12 WIB

Hasto Sebut Pernyataan 'Pengen Tabok' Jokowi sebagai Teguran

'Kalau sudah tahu tak efektif, kenapa harus dipakai terus? Pak Jokowi jengkel juga.'

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto
Foto: Republika/Bayu Adji P
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf Amin, Hasto Kristiyanto menilai pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang geram atas serangan fitnah dirinya adalah PKI sebagai teguran halus. Menurut Hasto, Jokowi hendak memberikan kiasan ketika menyatakan 'rasanya ingin menabok' yang menyebarkan fitnah dirinya adalah PKI. 

Ia menyebut, sebenarnya, pesan utama yang hendak disampaikan Jokowi adalah bahwa politik harus ditunjukkan dengan hal positif dan semua pihak berlomba menunjukkan prestasi.

"Tak usahlah kemudian menggunakan berbagai upaya untuk memfitnah," kata Hasto dalam keterangan yang diterima wartawan, Sabtu (24/11).

Menurutnya, teguran dari Jokowi tersebut masih tergolong cukup halus atas serangan yang ditujukan kepada pasangan nomor urut 01 tersebut. Karenanya, ia mengingatkan pihak lain agar menghentikan berbagai fitnah dan hoaks tersebut.

Hasto pun membandingkan kondisi saat inu dengan era Orde Baru zaman Presiden Soeharto. Menurutnya, bila di era itu, maka pelaku fitnah terhadap presiden pasti tak hanya diperingatkan seperti pernyataan Jokowi.

"Kalau di jaman Orde Baru kan itu, wah itu bukan hanya ditabok. Tapi, sudah diculik, dimasukkan penjara. Pak Jokowi itu kan cuma kiasan lah, kiasan dari seorang presiden yang ingin mengingatkan. Agar ini menjadi cambuk untuk kita semuanya mengedepankan hal positif," ungkap Hasto.

Menurutnya, sejak pemilu 2014 lalu, Jokowi sudah diserang dengan isu-isu tidak benar oleh kubu lawan. "Terbukti yang dulu pun tak efektif. Tapi kalau sudah tahu tak efektif, kenapa harus dipakai terus? Pak Jokowi juga bertanya-tanya, jadi jengkel juga," kata sekjen PDIP tersebut.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement