Sabtu 24 Nov 2018 05:04 WIB

Menilik Data Kasus Korupsi Milik KPK pada Tahun Politik

Sebanyak 545 koruptor yang ditangani KPK berasal dari unsur politik.

Rep: Dian Fath Risalah, Ronggo Astungkoro/ Red: Andri Saubani
Aksi antikorupsi (ilustrasi)
Foto: Rakhmawaty La'lang/Republika
Aksi antikorupsi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (23/11) merilis data kasus korupsi. Dari  891 pelaku korupsi yang sudah dijerat sebanyak 61,17 persen di antaranya atau 545 koruptor yang ditangani KPK berasal dari unsur politik.

"Jika dibaca dari data penanganan perkara KPK, sampai hari ini sekitar 61,17 persen orang pelaku diproses dalam kasus korupsi yang berdimensi politik," ucap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah dalam pesan singkatnya, Jumat (23/11).

Dari 545 aktor politik yang dijerat KPK terdiri dari 69 orang anggota DPR-RI, 149 orang anggota DPRD, 104 kepala daerah. Selain itu, terdapat 223 orang pihak lain yang terkait dalam perkara tersebut.

"Pihak yang terkait di sini adalah pihak yang bersama-sama melakukan korupsi atau dalam perkara yang sama di mana aktor politik terjerat korupsi," kata Febri, menjelaskan.

Febri mengatakan, KPK menyesalkan banyaknya aktor politik yang terjerat korupsi. Korupsi di sektor politik ini merupakan salah satu faktor yang membuat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) Indonesia stagnan.

Untuk itu, KPK berharap tak ada lagi politikus yang terjerumus melakukan tindak pidana korupsi.  "Data CPI Indonesia Tahun 2017 yang dirilis oleh Transparency International (TI) Tahun 2017 pun menunjukkan stagnasi IPK Indonesia di angka 37 salah satunya disebabkan turunnya indeks PERC (Political and Economic Risk Consultancy) hingga tiga poin," ungkapnya.

Apalagi, tahun depan digelar Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) secara serentak. Momen politik tersebut menempatkan partai politik dalam posisi yang strategis.

"Selain karena parpol sebagai satu-satunya pengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden, para calon yang akan mengisi kursi DPR dan DPRD juga berasal dari partai politik," katanya.

Oleh karena itu, pada awal Desember nanti tepatnya pada (4/12), KPK akan menggelar Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) 2018 di Jakarta. Berbeda dengan kegiatan serupa sebelumnya, dalam KNPK ke-13 ini, KPK menempatkan partai politik sebagai perhatian utama dengan mengusung tema 'Mewujudkan Sistem Integritas Partai Politik di Indonesia'.

"Ini merupakan KNPK pertama setelah dilaksanakan 12 kali sebelumnya yang menempatkan Partai Politik sebagai perhatian utama," kata Febri.

Apalagi, sambung Febri, dengan sistem pemilu saat ini, 16 parpol yang akan mengikuti kontestasi politik pada 2019 dinilai KPK berperan penting untuk menghasilkan wakil-wakil rakyat serta presiden dan wakil presiden yang berkualitas dan berintegritas. Untuk itu, selain imbauan pada para penyelenggara negara untuk tidak melakukan korupsi, pembangunan Sistem Integritas Partai Politik (SIPP) menjadi salah upaya yang penting dilakukan.

"Karena itulah, berdasarkan hasil kajian KPK bersama LIPI, KPK merekomendasikan agar dibangunnya Sistem Integritas Partai Politik yang merupakan perangkat kebijakan yang dibangun oleh partai politik untuk menghasilkan calon pemimpin yang berintegritas dan meminimalkan risiko korupsi politik dan penyalahgunaan kekuasaan," terangnya.

Baca juga

Empat persoalan integritas parpol

Berdasar kajian terkait partai politik, KPK mengidentifikasi empat persoalan utama yang menyebabkan kurangnya integritas parpol. Empat persoalan itu, yakni tidak ada standar etika politik dan politis, sistem rekruitmen yang tidak berstandar, sistem kaderisasi berjenjang dan belum terlembaga.

"Keempat, kecilnya pendanaan partai politik dari pemerintah," ujar Febri.

KPK juga telah bertemu dan membahas soal SIPP ini dengan perwakilan 16 partai politik di Gedung KPK pada Kamis (22/11). Sebagai tindak  lanjut dari pertemuan dan diskusi kemarin, KPK mengundang seluruh ketua umum partai untuk hadir dalam KNPK ke-13 dan berdiskusi dalam upaya pemberantasan korupsi terutama di sektor politik.

"Kehadiran unsur pimpinan parpol dan komitmen yang utuh untuk melakukan perbaikan ke dalam sangat diperlukan untuk mengukuhkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," jelas Febri.

Direktur Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) UGM Zainal Arifin Mochtar pernah menilai, banyaknya anggota legislatif yang tersangkut kasus korupsi karena komitmen parpol terhadap pemberantasan korupsi bermasalah. Kemauan partai politik untuk menguatkan agenda pemberantasan masih minim.

"Komitmen partai dari dulu bermasalah. Kemauan untuk menguatkan agenda antikorupsi yang minim," ujar Zainal.

Menurutnya, sangat penting saat ini untuk menagih komitmen parpol terkait pemberantasan korupsi di negeri ini. Terlebih, akar persoalan tersebut berada di partai politik.

Saat ini, kata dia, partai politik seakan kesulitan mencari kader yang berintegritas. Karena itu, jangan heran jika publik juga kesulitan mencari partai politik yang memiliki komitmen terhadap pemberantasan korupsi.

"Kepercayaan publik kepada partai politik sangat rendah. Hal itu terkonfirmasi dari berbagai survei kepercayaan pun yang menempatkan partai politik di posisi terbawah," ujarnya.

photo
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Stagnan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement