Jumat 23 Nov 2018 22:49 WIB

Indonesia Perlu Perluas Cakupan Regulasi Plastik

Banyak hal bisa dilakukan untuk mengurangi konsumsi plastik.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Dwi Murdaningsih
Mengelola sampah plastik (ilustrasi)
Foto: Istimewa
Mengelola sampah plastik (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik Tiza Mafira menilai, inisiatif regulasi dari pemerintah untuk menanggulangi  sampah plastik masih harus diperbaiki dari segi sasaran. Selama ini, peraturan yang ada hanya fokus terhadap pasar modern, sementara pasar tradisional  dan penjual sektor informal seperti warung dan kios belum terjangkau.

Tiza mengatakan, poin berikutnya yang harus diperhatikan pemerintah adalah cakupan wilayah. Saat ini, peraturan daerah masih terkonsentrasi pada kabupaten atau kota. "Kalau di tingkat provinsi, mungkin akan lebih baik karena jangkauannya jadi lebih luas," ujarnya saat ditemui, Jumat (23/11).

Tiza menambahkan, ada beberapa pilihan inisiatif regulasi yang sedang berjalan saat ini. Pertama, Kementerian Keuangan sedang menggodok peraturan pemerintah mengenai cukai plastik. Apabila sudah berlaku, masyarakat yang ingin menggunakan plastik harus membayar dengan jumlah tertentu.

Menurut Tiza, kebijakan tersebut akan sedikit berpengaruh terhadap penggunaan plastik. Upaya ini akan lebih efektif apabila peraturan pemerintah tersebut diterjemahkan kembali ke Peraturan Gubernur ataupun Peraturan Walikota.

Sejauh ini, regulasi tingkat perda sudah ada, namun masih terbatas pada penggunaan kantong plastik. Tiza menilai, peraturan tersebut mungkin bisa diperluas ke plastik lain seperti sedotan dan styrofoam. "Pilihannya bisa mengurangi dengan penetapan cukai atau pelarangan sekaligus," tuturnya.

Tiza juga berharap, tiap pemerintah daerah dapat mengeluarkan kebijakan pembatasan penggunaan plastik. Sejauh ini, baru beberapa daerah yang menerapkan. Di antaranya Banjarmasin dan Balikpapan, sementara Bali akan menyusul pada tahun depan.

Peraturan di tingkat daerah dinilai Tiza sebagai sebuah upaya efektif. Sebab, sifat kewenangan pengelolaan sampah berada di tingkat daerah. Pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) hanya mengeluarkan pedoman atau petunjuk teknis. Misalnya, melalui kebijakan strategi nasional yang bisa diterjemahkan menjadi kebijakan strategi daerah.

Tiza berpendapat, upaya paling efektif dalam mengurangi sampah plastik di Indonesia adalah dengan mengurangi produksi dan konsumsi. Pemerintah dapat masuk dalam upaya ini, misalnya dengan mengatur agar barang-barang yang diproduksi mudah didaur ulang.

Tiza menilai, kebijakan tersebut harus segera dimulai mengingat pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis yang mewajibkan perusahaan mengelola sendiri sampahnya.

Apabila didiamkan saja, dampak dari pengelolaan sampah plastik yang masih semrawut ini dapat berdampak ke masyarakat. Sampai saat ini, Tiza menegaskan, masyarakat merupakan pihak paling dirugikan karena harus menanggung penanganan sampah lewat pemungutan pajak.

Tiza juga menganjurkan agar pemerintah pusat dan daerah memberikan insentif kepada industri yang sudah melakukan gerakan mengurangi penggunaan kantong plastik. Tidak perlu berupa pengurangan pajak atau anggaran besar, melainkan cukup penghargaan. "Yang pelaku industri ini harapkan sebenarnya hanya pengakuan dan penghargaan, tidak perlu insentif yang rumit," tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement