Kamis 22 Nov 2018 22:54 WIB

Jelang 2019, BPJS Kesehatan Terus Kejar Target Kepesertaan

BPJS menargetkan per 1 Januari 2019 sebanyak 95 persen kepesertaan bisa tercapai.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Gita Amanda
Warga mendaftar menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor Cabang BPJS Kesehatan Jakarta Selatan, Jumat (21/9).
Foto: ANTARA/MUHAMMAD ADIMAJA
Warga mendaftar menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di Kantor Cabang BPJS Kesehatan Jakarta Selatan, Jumat (21/9).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengaku terus mengejar target kepesertaan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) per 1 Januari 2019, sebanyak 95 persen bisa tercapai. Sebab, kepesertaan JKN-KIS secara nasional masih sekitar 77 persen hingga per 1 November 2018.

Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf mengatakan, jaminan ksehatan semesta atau Universal Health Coverage (UHC) yang diwajibkan per 1 Januari 2019 membuat pihaknya dan pemerintah terus melakukan upaya-upaya untuk menambah kepesertaan baru. "Pertama berkaitan dengan sumber data, nomor induk kependudukan (NIK) yang disampaikan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Ini ikut membantu proses (penambahan peserta JKN-KIS)," ujarnya saat media workshop BPJS Kesehatan, di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur (Jatim), Kamis (22/11).

Apalagi, kata dia, identitas penduduk masih bermasalah karena ada lima juta NIK ganda. Jadi, dia menambahkan, proses ini dijalankan bersinergi dengan pihak terkait.

Selain itu, ia menyebut ada peningkatan kepesertaan Penerima Bantuan Iuran (PBI) JKN-KIS yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang menjadi 96,8 juta jiwa per 2019. Dengan bertambahnya PBI baru, dia melanjutkan, ini akan berkontribusi dalam penambahan peserta yang didaftarkan di program JKN-KIS.

Tak hanya itu, ia menyebutkan BPJS Kesehatan juga melakukan pengawasan pekerja penerima upah di badan usaha. BPJS Kesehatan juga monitoring perusahaan yang tidak melaporkan semua tenaga kerjanya untuk menjadi peserta JKN-KIS.

Disinggung mengenai penegakan hukum kalau masih ada masyarakat yang belum menjadi peserta, ia menyebut sanksi sudah diatur dalam perubahan peraturan presiden nomor 82 tahun 2018. Ia menyebut aturan tersebut telah menjelaskan peserta baru JKN-KIS yang menggunakan layanan kesehatan kurang dari 45 hari setelah kartunya aktif maka dikenakan denda pelayanan kesehatan 2,5 persen kali diagnosa awal dan prosedur. "Artinya sanksi akan diterima," ujarnya.

Terpisah, Deputi Direksi BPJS Kesehatan Jawa Timur (Jatim) Handaryo mengaku untuk mendorong kepesertaan mencapai target, BPJS Kesehatan Jatim melakukan beberapa langkah seperti rekonsiliasi dengan pemerintah daerah (pemda) terkait pendaftaran peserta di masing-masing wilayahnya. Ia mengakui meski sesuai peraturan presiden (perpres) telah dinyatakan bahwa masyarakat yang didaftarkan pemda sebagai peserta hanya fakir miskin dan tidak mampu, BPJS Kesehatan mendorong pemda juga mendaftarkan orang berkecukupan menjadi peserta JKN-KIS baru. Kalau ternyata masyarakat tidak berkehendak menjadi peserta kelas 3, kata dia melanjutkan, maka konsekuensinya mereka pindah menjadi peserta mandiri.

"Yang jelas pemerintah sudah menjamin masyarakatnya untuk mendapatkan aksesbilitas pelayanan kesehatan," katanya.

Tak hanya itu, kata dia, pihaknya juga berupaya terus nekerja sama dengan pemda di Jatim untuk melaksanakan nota kesepahaman (MoU) mengenai pelaksanaan peraturan presiden mengenai cukai rokok. Dengan langkah tersebut, diharapkan daerah-daerah lainnya bisa merangsang kabupaten lain untuk mengoptimalkan pajak rokok. Selain itu, ia menyebut BPJS Kesehatan menyiagakan kader JKN yang salah satu fungsinya memfasilitasi peserta mendaftar dan membayar iuran JKN-KIS.

Seperti diketahui, Peserta JKN-KIS secara nasional sebanyak 205.071.003 jiwa Per 1 November 2018. Sementara jumlah penduduk Indonesia menurut Dukcapil Semester I tahun 2018 sebanyak 263.950.794 jiwa. Artinya tingkat kepesertaan JKN-KIS baru 77,69 persen hingga 1 November 2018 dan sebanyak 22,2 persen belum menjadi peserta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement