REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti mikroplastik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Muhammad Reza Cordova meneliti perilaku hewan laut dalam merespons sampah di laut. Menurutnya, hewan sulit membedakan antara sampah dengan mangsanya. Alhasil, sampah pun ikut termakan oleh hewan laut.
Reza mengatakan sampah laut didominasi plastik sebanyak 36-38 persen. Bentuknya berupa plastik sekali pakai, seperti kantong kresek, sedotan, dan gelas plastik. Selebihnya sampah kayu olahan, logam, kaca, dan bahan berbahaya.
"Biota laut nggak bisa bedakan mana makanan, mana plastik. Mereka buka mulut saja langsung dimakan. Apalagi kalau paus besar mulutnya. Penyu juga gitu," katanya pada Republika.co.id, Kamis (22/11).
Ketika mengonsumsi sampah, hewan laut akan menderita penyakit, terutama masalah pencernaan. Apalagi bila sampah terakumulasi menjadi banyak di dalam tubuh.
"Pas termakan (mengalami) gangguan pencernaan. Bisa luka atau tak bisa serap makanan karena tertutup plastik. Lambat laun di paus itu luka pencernaan tak bisa dikeluarkan sisa makanan dan mati pelan-pelan," ujarnya.
Menurutnya, kesadaran masyarakat membuang sampah dengan tepat belum maksimal. Ia menyebut ada kecenderungan makin banyak penduduk di suatu wilayah pinggir pantai atau sungai maka makin banyak sampahnya. Ia menyarankan memperkuat manajemen sampah sejak dari darat.
"Sampah plastik 80 persen dari kegiatan darat. Kalau mau tahan kerusakan lingkungan ya manajemen sampah dari darat," imbaunya.
Ia khawatir makin banyaknya sampah berpotensi meningkatkan angka kematian hewan yang mengonsumsinya di kemudian hari. "Kalau disebut penyebab kepunahan itu jadi satu faktor saja. Cuma utamanya mempercepat kematian dan jadi penyakit bagi hewan," katanya.