REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) masih terus mencari cockpit voice recorder (CVR) dari kotak hitam atau black box pesawat Lion Air JT-610. Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menyebut CVR yang berisi komunikasi di ruang kokpit penting untuk menunjang data-data penyelidikan kecelakaan pesawat tersebut.
"Komunikasi dan suara-suara yang terjadi di dalam cukup penting menunjang data-data yang kami dapatkan di FDR maupun wawancara atau data-data dari ATC, karenanya kami tetap berusaha menemukan CVR," ujar Soerjanto saat Rapat Kerja Komisi V DPR dengan Kementerian Perhubungan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/11).
Sebab, ia menilai data CVR juga menyangkut kredibilitas negara untuk mencegah kecelakaan kembali terjadi. Ia mengungkap, KNKT menggunakan berbagai macam metode untuk menemukan CVR di sekitar lokasi jatuhnya pesawat. Salah satunya alat yang mendeteksi benda di bawah permukaan air.
"Selanjutnya tim KNKT melanjutkan pencarian CVR dengan beberpa metode dengan menggunakan air resolution sonar sub bottom profiling untuk deteksi benda apa saja yang terendam dalam lumpur," ungkapnya.
Soerjanto mengungkap pencairan juga tetap melibatkan penyelam profesional dan juga beberapa kamera bantuan. Namun, penyelam yang diterjunkan tidak dengan sistem scuba.
"Karena memang hal ini untuk kedalam di bawah 25 meter itu tidak disarankan. Dan kami akan gunakan penyelam-penyelam yang safety untuk lakukan penyelamatan di antara 25-35 meter," ujarnya.
Ia mengungkap, salah satu kendala pencairan CVR juga karena di lokasi jatuhnya pesawat Lion Air dekat dengan area fasilitas anak usaha Pertamina di mana terdapat pipa dan kabel. Sehingga menurutnya, dibutuhkan kapal yang dapat berkemampuan dinamis tanpa merusak pipa dan kabel.
"Jadi enggak perlu buang jangkar. Karena khawatir arus permukaan cukup kuat di mana airnya kalau jangkarnya nanti merusak pipa dan kabel," ucapnya.
Pesawat Lion Air JT 610 tipe Boeing 737 Max 8 bernomor registrasi PK-LQP jatuh di perairan Tanjung Pakis, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, pada 29 Oktober 2018 setelah dilaporkan hilang kontak. Pesawat yang terbang dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Banten) menuju Bandara Depati Amir Pangkalpinang (Bangka Belitung) itu membawa 189 orang, yang terdiri atas penumpang serta pilot dan awak pesawat.