REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung Abdullah mengatakan dalam memeriksa dan memutus perkara, hakim hanya terikat pada fakta hukum. Hal tersebut termasuk dalam kasus pidana Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait transmisi percakapan mesum dengan terpidana Baiq Nuril.
"Hakim hanya terikat fakta hukum yang terungkap di persidangan, karena keterangan tersebut disampaikan setelah mengucap sumpah," ujar Abdullah melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Kamis (22/11).
Abdullah menerangkan karena terikat pada fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, seluruh informasi yang beredar di luar persidangan tidak akan menjadi pertimbangan hakim. Abdullah menjelaskan berdasarkan fakta persidangan, Baiq Nuril didakwa melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam pasal 27 ayat (1) juncto pasal 45 ayat (1) UU 11 Tahun 2008 tentang ITE.
Baiq Nuril Maknun (Republika/Haura)
Adapun ketentuan tersebut mengatur tentang dokumen elektronik dengan muatan yang melanggar kesusilaan. "Dokumen yang diperkarakan adalah dokumen elektronik berupa rekaman pembicaraan via telepon, yang kemudian beredar itu," kata Abdullah.
Pada Rabu (21/11), Kejaksaan Negeri Mataram, Nusa Tenggara Barat, memutuskan untuk menunda eksekusi Baiq Nuril Maknun menyusul keputusan penundaan oleh Kejaksaan Agung. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Mataram I Ketut Sumadana, mengatakan penundaan eksekusi tersebut berdasarkan pertimbangan hukum, kemanusiaan, dan keadilan.
Sebelumnya putusan kasasi MA menjatuhkan putusan berupa enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan penjara karena Baiq Nuril dianggap melanggar 27 ayat (1) juncto pasal 45 ayat (1) UU 11 Tahun 2008 tentang ITE.