Kamis 22 Nov 2018 10:06 WIB

Rangka Paus Sperma Terdampar akan Dijadikan Spesimen Edukasi

Bangkai paus sudah dikuburkan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Dwi Murdaningsih
Peneliti mengumpulkan data dari bangkai paus yang terdampar di pantai di peraian Taman Nasional Wakatobi di Sultra. Paus sperma ditemukan terdampar pada Ahad (18/11).
Foto: AKKP via AP
Peneliti mengumpulkan data dari bangkai paus yang terdampar di pantai di peraian Taman Nasional Wakatobi di Sultra. Paus sperma ditemukan terdampar pada Ahad (18/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bangkai ikan paus sperma yang terdampar di Pulau Kapota, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara telah dikubur pada Rabu (21/11). Penguburan dilakukan untuk menghindari negatif bagi lingkungan perairan dan masyarakat sekitar lokasi. Selain itu, penguburan paus dimaksudkan untuk menyelamatkan rangka tulang secara utuh.

Humas Balai Taman Nasional Wakatobi L Ahyar T Mufti mengatakan, rencananya, rangka tersebut akan dijadikan spesimen oleh Lampus AKKP Wakatobi sebagai bahan edukasi dan penelitian. "Sebagai bentuk pengamanan, kami juga membuat tanggul karung berisi pasir yang mengelilingi titik penimbunan bangkai," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (21/11).

Penarikan paus dari laut ke lokasi penguburan, yaitu Pantai Watululu, menggunakan speed boat Pos TNI AL (POSAL) Wakatobi. Selanjutnya, kurang lebih 50 orang menarik bangkai paus untuk dimasukkan ke dalam lubang yang telah disiapkan.

Untuk memudahkan, disepakati bangkai paus dibagi dua bagian yaitu badan dan kepala. Sebab, tidak memungkinkan jika ditarik sekaligus masuk ke dalam lubang. Kemudian, bangkai itu ditimbun dengan pasir.

Proses penguburan paus ini melibatkan tim gabungan yang terdiri atas Balai Taman Nasional Wakatobi, Akademi Komunitas Kelautan dan Perikanan (AKKP) Wakatobi, Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD), POSAL Wakatobi, Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Wakatobi, Kepala Desa Kapota, Kepala Desa Kapota Utara, Yayasan Alam Lestari Wakatobi, WTC, WWF, serta masyarakat sekitar.

Ahyar menjelaskan, pihaknya belum bisa memastikan penyebab kematian paus sperma. Meski banyak sampah plastik ditemukan di dalam perut paus, pihak balai TN Wakatobi belum dapat menyimpulkannya sebagai faktor penyebab kematian. "Dibutuhkan observasi lanjutan untuk mengetahui penyebabnya," tuturnya. 

Ahyar mengakui, keberadaan sampah plastik di kawasan TN menjadi tantangan tersendiri. Menurutnya, sampah tersebut banyak berasal dari aktivitas rumah tangga di sekitar perairan Wakatobi. Pada musim timur dan barat, sampah tersebut kemudian bergerak ke arah pesisir dan tidak menutup kemungkinan dikonsumsi oleh satwa laut. 

Ahyar menjelaskan, kondisi tersebut sulit dihindari. Sebab, kondisi geografis Wakatobi merupakan open access antara perairan Banda dan Flores yang berasal dari daerah lain. "Karena open acess ini, jadi sulit untuk mengatasinya," ucapnya.

Guna mengantisipasi hal ini, Ahyar menjelaskan, dibutuhkan koordinasi dengan masyarakat setempat melalui pemerintah daerah. Balai TN Wakatobi sebagai bagian dari Kementerian LHK hanya dapat melakukan sosialisasi kepada warga agar tidak membuang sampah plastik ke perairan.  

Sebelumnya, Tim Balai TN Wakatobi melakukan evakuasi terhadap paus yang terdampar di Perairan Pulau Kapota Taman Nasional Wakatobi, Senin (19/11). Proses evakuasi dilakukan bersama dengan mitra WWF, tim dosen Akademi Komunitas Perikanan dan Kelautan (AKKP) Wakatobi, serta masyarakat sekitar.

Kepala Balai Taman Nasional Wakatobi Heri Santoso menyampaikan, berdasarkan hasil peninjauan lapangan, jenis paus yang terdampar merupakan paus sperma (Physeter macrocephalus), dengan ukuran panjang ± 9,5 meter, dan lebar ± 437 cm. "Tim kami menemukan paus tersebut sudah dalam keadaan mati, dan sudah mulai membusuk," kata Heri dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Selasa (20/11). 

Sementara itu, hasil identifikasi isi perut paus yang dilakukan di Kampus AKKP Wakatobi, ditemukan sampah plastik dengan komposisi sampah gelas plastik 750 gr (115 buah), plastik keras 140 gr (19 buah), botol plastik 150 gr (4 buah), kantong plastik 260 gr (25 buah), serpihan kayu 740 gr (6 potong), sandal jepit 270 gr (2 buah), karung nilon 200 gr (1 potong), tali rafia 3.260 gr (lebih dari 1.000 potong).

Heri mencatat, total berat basah sampah yaitu 5,9 kg. "Untuk sementara belum bisa dipastikan penyebab kematian dari paus sperma tersebut," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement