REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kelompok Usaha Danone di Indonesia turut mendukung acara Deklarasi Gerakan Pencegahan Stunting Pemerintah Provinsi Jawa Barat di Bandung pada Ahad (18/11). Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pada kesempatan ini juga meresmikan pencanganan program Zero Stunting Jawa Barat.
Acara ini dihadiri oleh Ketua TP PKK Jawa Barat, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, beberapa mitra dari sektor swasta, dan juga 5,000 kader posyandu, pengurus PKK, pendidik PAUD, mahasiswa hingga tokoh publik menargetkan dalam 5 (lima) tahun ke depan Jabar akan bebas dari stunting.
"Program Zero Stunting hari ini kita mulai. Stunting akan hilang dari Jawa Barat pada 2023. Intinya dalam 5 tahun kita mengejar stunting agar hilang dari Provinsi Jabar melalui Program Ojek Makanan Balita (Untuk yg mengalami gizi buruk/ekstrim)," ungkap Kang Emil sapaan akrab Ridwan Kamil.
Data Dinas Kesehatan Jawa Barat mencatat, prevalensi angka stunting mencapai 29,2 persen atau setara 2,7 juta balita atau masih di bawah (angka prevalensi) nasional yakni di atas 30 persen. Dari 2,7 juta balita yang mengalami stunting di Jawa Barat tersebut, mayoritas di antaranya berasal dari Garut yang mencapai lebih dari 40 persen.
Vera Galuh Sugianto, VP General Secretary Danone Indonesia mengatakan kelompok usaha Danone di Indonesia memiliki berbagai program konvergensi untuk pencegahan stunting. Mulai dari pelatihan tenaga kesehatan dan screening status gizi balita berkala pada periode emas 1000 Hari Pertama Kehidupan, hingga pemenuhan nutrisi yang seimbang dan hidrasi sehat.
"Kelompok usaha Danone di Indonesia bekomitmen untuk mendukung upaya pemerintah dalam mengurangi prevalensi stunting pada anak Indonesia. Dukungan diberikan melalui melalui berbagai program edukasi, akses air bersih, dan inovasi produk yang mampu membantu melengkapi nutrisi anak" kata Vera dalam rilisnya, Ahad (18/11).
Dalam usaha bersama pencegahan stunting, Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko didampingi oleh Menteri Kesehatan dan berbagai kalangan termasuk sektor swasta sebelumnya telah memulai Kampanye Nasional Pencegahan Stunting di area Monumen Nasional (Monas), Jakarta dengan tema "Cegah Stunting untuk Generasi Cerdas Indonesia" pada Jumat (16/11) lalu.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak usia bawah lima tahun akibat kekurangan gizi kronis, terutama pada priode emas 1.000 hari pertama kehidupan anak. Stunting menghambat perkembangan otak dan tumbuh kembang anak.
Tinggi badan balita stunting lebih rendah daripada standar umurnya. Ketika beranjak dewasa anak stunting rentan terhadap penyakit, kurang berprestasi di sekolah, rentan mengalami kegemukan, dan ketika dewasa lebih mudah terkena berbagai penyakit tidak menular, seperti jantung dan diabetes.
Kampanye Pencegahan Stunting mendesak dilakukan saat ini karena di Indonesia, prevalensi balita stunting masih berada di angka 30,8 persen (Risdesdas 2018). Walaupun telah mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2013. Namun usaha strategis ini perlu di lanjutkan untuk mencapai target angka maksimum stunting dari WHO yaitu 20 persen.
Kampanye Pencegahan Stunting ini sekaligus implementasi dari Pidato Kenegaraan Presiden Joko Widodo 16 Agustus 2018 lalu yang menegaskan bahwa pembangunan SDM diawali sejak dari kandungan.
Stunting tidak hanya terjadi pada anak dari keluarga miskin tetapi juga terjadi pada anak keluarga kaya, di kota maupun di desa. Apabila kondisi tersebut terus dibiarkan, investasi apapun yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM menjadi tidak optimal.
Stunting disebabkan oleh perilaku pola asuh dan pola makan yang tidak baik, serta sanitasi yang tidak bersih dan tidak sehat. Oleh karena itu, stunting hanya bisa dicegah dengan memperbaiki pola asuh, pola makan, dan menciptakan sanitasi yang bersih dan sehat.
Agar kondisi itu terwujud, keluarga perlu mendapatkan dukungan dari semua pihak. Pemerintah menyiapkan berbagai program dan aktivitas untuk mencegah stunting, antara lain merevitalisasi pos pelayanan terpadu (Posyandu) bagi sarana pendidikan gizi dan pemantauan tumbuh kembang balita, serta melatih para petugas kesehatan dan kader agar mampu mendidik masyarakat. Juga, pemberian tablet tambah darah bagi ibu hamil serta vitamin A, obat cacing, dan imunisasi untuk balita.
Dengan berbagai program tersebut, pemerintah menargetkan, prevalensi stunting bisa ditekan dari angka 37,2 persen pada 2013 menjadi 28 persen pada 2019.