REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu partai pendukung calon presiden petahana Joko Widodo, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyatakan tidak akan mendukung peraturan daerah (perda) berbasis agama seperti halnya Perda Syariah. Sikap PSI itu kemudian menjadi perdebatan dan bahkan dipermasalahkan oleh sekelompok masyarakat dari partai oposisi.
Peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Luthfi Assyaukanie belum mengetahui apakah sikap PSI tersebut akan memengaruhi elektabilitas Jokowi atau tidak pada Pilpres 2019. Karena, dia menilai bahwa sejauh ini PSI masih mampu menjelaskan tentang sikapnya tersebut.
"Kita lihat saja (pengaruh pada elektabilitas Jokowi). Tapi sejauh ini saya kira respons dari teman-teman PSI juga cukup bagus," ujar Luthfi saat ditemui usai menjadi pembicara diskusi bertema 'Reuni Akbar Alumni 212' yang digelar Institut Demokrasi Republikan di Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (16/11).
Menurut dia, saat ini PSI masih mencoba untuk menjelaskan bahwa sikapnya tersebut hanya untuk mengingatkan bahwa perda berbasis agama bisa memunculkan intoleransi antarumat beragama di Indonesia. "Mereka mencoba menjelaskan bahwa mereka bukannya anti-agama tapi mereka berusaha mengingatkan bahwa perda-perda berbasis agama itu bisa memecah belah masyarakat, bisa melahirkan intoleransi," ucapnya.
"Jadi, kita harus melihat tujuannya dan sejauh ini saya melihat bahwa PSI cukup baik menjelaskan itu semua," kata Dosen Universitas Paramadina ini.
Sebelumnya, Ketua Umum PSI Grace Natalie mengatakan PSI menolak perda berlandaskan agama termasuk Perda Syariah dalam peringatan ulang tahun keempat partainya di ICE BSD, Tangerang, pada 11 November 2018 lalu. Grace dalam pidatonya mengatakan, partainya tidak akan pernah mendukung perda yang berlandaskan agama, seperti Perda Syariah dan Perda Injil.