Kamis 15 Nov 2018 15:38 WIB

Kapolri: Jelang Pilpres, Jangan Ada Kebijakan Memberatkan

Sampai Pilpres, jangan sampai ada kebijakan memberatkan masyarakat

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Esthi Maharani
Kapolri Jenderal Tito Karnavian
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Kapolri Jenderal Tito Karnavian

REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Kepala Kepolisian Republika Indonesia, Jendral Polisi Muhammad Tito Karnavian mengingatkan jajarannya untuk tidak membuat kebijakan atau program yang memberatkan masyarakat, terlebih menjelang pemilihan presiden (Pilpres) 2019. Hal ini disampaikan langsung dalam Rapat Koordinasi Nasional Pembina Samsat Online di Discovery Kartika Plaza Hotel, Kuta, Bali, Kamis (15/11).

"Sampai Pilpres, jangan sampai ada kebijakan memberatkan atau menimbulkan legitimasi di masyarakat. Jika ada program bagus, dieksekusinya nanti saja setelah pilpres," kata Tito, Kamis (15/11).

Perwira tinggi polisi ini mencontohkan Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri sempat mengajukan ide penerbitan pelat nomor kendaraan dengan warna baru untuk menyesuaikan pemberlakuan tilang elektronik (e-Tilang). Ini karena pelat hitam yang dipakai sebagian besar kendaraan roda dua dan empat saat ini sulit diidentifikasi kamera pengawas (CCTV).

"Saya katakan 'no' sebelum pilpres," katanya.

Tito menilai mengubah warna pelat nomor kendaraan membutuhkan proses panjang. Meski demikian, ia mengakui ini adalah ide bagus untuk mengantisipasi kebocoran pendapatan negara melalui inovasi teknologi informasi (IT).

Saat ini Korlantas Polri sukses mengimplementasikan samsat online (e-Samsat) di 24 provinsi di Indonesia. Tahun depan seluruh provinsi serentak melakukan pembayaran pajak kendaraan bermotor, sumbangan wajib dana kecelakaan lalu lintas jalan, dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pengesahan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK) secara daring atau online.

Tito mengatakan banyak terobosan dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan negara dari pajak kendaraan bermotor. Saat ini ada 130 juta kendaraan bermotor dengan penambahan enam juta unit per tahun di mana 15 persennya adalah kendaraan roda empat.

"Ini angka yang sangat besar dan otomatis menjadi peluang bagi pusat dan daerah. Sistem IT adalah kuncinya yang perlu diterapkan dari hulu ke hilir," ujarnya.

Tito mengatakan ke depannya pemerintah perlu lebih mempertimbangkan kemudahan untuk kepemilikan kendaraan publik ketimbang kendaraan pribadi. Ia mencontohkan insentif bagi kepemilikan kendaraan pribadi di Singapura dipersulit, sementara insentif kepemilikan kendaraan publik dipermudah. Kondisi ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di Indonesia.

Biaya kepemilikan kendaraan pribadi di Singapura tiga kali lipat dari kendaraan publik. Pajak kendaraan pribadi diperbesar, dan tarif parkirnya tinggi.

"Di Indonesia, kendaraan publik sulit, mulai dari pembebasan lahan sampai insentif untuk operator. Mereka ini juga perlu diperhatikan," kata Tito.

Jenderal polisi berusia 54 tahun ini mengajak pemerintah pusat dan daerah berpikir lebih luas untuk daerah macet, seperti DKI Jakarta dan Jawa secara keseluruhan. Transportasi publik dan infrastruktur penunjangnya memerlukan perhatian lebih, khususnya dalam hal pemberian insentif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement