REPUBLIKA.CO.ID, SITUBONDO -- Panitera Muda Gugatan Pengadilan Agama Kabupaten Situbondo, A Dardiri mengatakan dari jumlah kasus perceraian tahun ini tercatat sekitar 80 persen diajukan perempuan atau disebut cerai gugat.
"Jumlah kasus perceraian 2018 yang masuk ke Pengadilan Agama Situbondo sebanyak 1.676 kasus, 80 persen di antaranya diajukan (cerai gugat) oleh perempuan (istri), sedangkan pengajuan cerai talak atau yang diajukan oleh laki-laki hanya sekitar 20 persen," katanya kepada wartawan di Situbondo, Jawa Timur, Kamis (15/11).
Ia menjelaskan kasus perceraian seperti ketidakharmonisan pasangan suami istri karena kehadirian pihak ketiga yang dikenalnya melalui media sosial. Ada pula beberapa kasus perceraian karena dipicu masalah sepele, yaitu dilarang menggunakan android atau bermain media sosial lainnya.
Dardiri menyebutkan, penyebab utama perceraian sebanyak 1.129 pasangan suami istri bercerai karena kehidupan mereka tak harmonis. Di urutan kedua masalah ekonomi sebanyak 210 kasus. dan meninggalkan salah satu pasangan sebanyak 149 kasus.
"Sejauh ini, kami (Pengadilan Agama) selalu berupaya melakukan mediasi agar pasangan suami istri yang mengajukan cerai gugat atau cerai talak rujuk kembali. Namun, hanya sekitar dua persen yang berhasil di mediasi. Pasangan suami istri yang mengajukan cerai sudah bulat untuk bercerai," ujarnya.
Dari jumlah perceraian 1.676 kasus yang sudah masuk Pengadilan Agama hingga November 2018, 1.545 kasus perceraian di antaranya sudah diputus oleh majelis hakim. Sementara Jayadi, salah seorang pengacara asal Kabupaten Situbondo mengaku selama mendampingi dan menjadi kuasa hukum kasus perceraian dan kliennya bercerai selain kurang harmonis juga akibat dari dampak penggunaan teknologi informasi (IT).
"Salah satu contohnya penyebab perceraian pasangan suami istri karena tidak memberikan kata sandi HP dan juga media sosial," ujarnya.