Kamis 15 Nov 2018 00:45 WIB

Keluarga Korban Semanggi I Minta Saran BJH, Copot Wiranto

Keluarga korban menggugat negara untuk menuntaskan kasus tragedi Semanggi I.

Rep: Inas Widyanuratika/ Red: Reiny Dwinanda
Warga melintas saat menggelar dukungan menolak lupa Tragedi Semanggi I di Jakarta, Ahad (11/11).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Warga melintas saat menggelar dukungan menolak lupa Tragedi Semanggi I di Jakarta, Ahad (11/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keluarga korban bersama Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menggugat negara untuk adil dalam penuntasan kasus tragedi Semanggi I. Terkait penuntasan kasus tersebut, mereka meminta pemerintahan Presiden Joko Widodo melakukan empat hal.

"Pertama, memanggil BJ Habibie, Presiden RI ketiga, untuk memberikan masukan dalam penyelesaian kasus," kata staf Divisi Pemantau Impunitas Kontras, Dimas Bagus Arya Saputra, dalam konferensi pers, Rabu (14/11).

Pemanggilan BJ Habibie (BJH) dinilai penting lantaran ia pernah menyatakan pemerintah akan melakukan pengusutan yang adil, transparan, dan tuntas dengan menegakkan prinsip kepastian dan kesamaan hukum dalam pengusutan kasus tragedi Semanggi I. Habibie juga menyakini bahwa mahasiswa tidak makar.

Baca juga: Komnas HAM: Sembilan Pelanggaran HAM Harus Diselesaikan

Kedua, Kontras dan keluarga korban berharap Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto diganti. Pasalnya, ia adalah pihak yang diduga sebagai pelanggar HAM berat dalam tragedi Semanggi I, Semanggi II, dan Trisakti.

Ketiga, Jokowi diharapkan segera memberi tugas kepada Kejaksaan Agung untuk segera menindaklanjuti kasus Semanggi I ke tahap penyidikan terhadap berkas penyelidikan dari Komnas HAM. Kontras menilai alasan nebis in idem, kejadian yang sudah lama terjadi sehingga proses pencarian bukti menjadi sulit adalah sebuah alasan yang mengada-ada.

Keempat, pemerintah didesak menghentikan segala macam upaya Wiranto yang melenceng dari tujuan penegakan hukum dan HAM, antara lain adalah penyelesaian dengan tata cara adat, secara musyawarah mufakat, dan dibentuknya Tim Gabungan Terpadu Penyelesaian Pelanggaran HAM berat masa lalu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement