Rabu 14 Nov 2018 18:09 WIB

Pengamat: Bagi Demokrat, Pilpres Itu Sunah, Pileg Wajib

Demokrat tidak mendapat nilai tambah dalam mendukung Prabowo-Sandiaga.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Bendera Partai Demokrat (ilustrasi)
Foto: Antara/Nova Wahyudi
Bendera Partai Demokrat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai Partai Demokrat memang tengah bermain dua kaki untuk menghadapi Pemilu Serentak 2019. Langkah ini menjadi wajar karena Demokrat tidak mendapat nilai tambah dalam mendukung capres dan cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

"Demokrat berbadan dua. Satu badan ada di Prabowo-Sandi dan badan yang lain di Jokowi-Sandi. Dengan Demokrat membebaskan kadernya untuk mendukung Jokowi, artinya Demokrat memiliki strategi sendiri dalam Pileg dan Pilpres," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (14/11).

Ujang menyebut wajar jika sikap Demokrat setengah hati dalam mendukung Prabowo-Sandi. Selain Demokrat tidak mendapat nilai tambah tersebut, ada kekecewaan awal, yakni tidak dijadikannya Agus Harimurti Yudhoyono sebagai cawapres Prabowo.

"Ditambah lagi, jika Demokrat tidak mengijinkan kadernya mendukung Jokowi, Demokrat bisa pecah," kata dia.

Sikap Demokrat yang fokus pada Pileg itu, lanjut Ujang, juga merupakan pilihan rasional. "Pileg adalah wajib. Karena hidup dan mati partai ada di pileg. Sedangkan Pilpres itu sunnah," kata dia.

Menurut Ujang, dukungan Demokrat ke Prabowo-Sandi pun tidak membawa kenaikan elektabilitas bagi Demokrat. Karena itu, wajar jika Demokrat membelah hati. Satu hati di Prabowo-Sandi, dan hati yang lain di Jokowi-Ma'ruf.

"Sinyal tak all out, terlihat ketika para kader dibebaskan untuk mendukung Jokowi-Ma'ruf. Itu pilihan politik. Harus kita hargai. Karena tidak ada yang memperjuangkan Demokrat. Selain dari kader Drmokrat itu sendiri," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement