REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mohammad Mahfud MD mengatakan secara teknis administrasi penerbitan kartu nikah tidak masalah. Akan tetapi, ia mengatakan, kalau buku nikah masih tetap ada, maka penerbitan kartu nikah itu pemborosan.
“Untuk apa sih sebenarnya? Untuk menyesuaikan dengan teknologi biar terlihat maju, tetapi tidak ada gunanya?" kata Mahfud MD pada wartawan di Kepatihan Yogyakarta, Selasa (13/11).
Di sisi lain, ia mengatakan, kartu nikah model ATM berpotensi hilang. "Tidak jelek, dan tidak baik, melainkan biasa-biasa saja. Itu bukan sebuah kreativitas yang luar biasa, tetapi kalau kartu nikah dalam bentuk kartu seperti ATM berisiko, lebih mudah hilang,” kata guru besar Universitas Islam Indonesia ini.
Kendati demikian, ia mempersilakan Kementerian Agama melanjutkan penerbitan kartu ini karena mungkin punya uang yang tidak habis terpakai. “Mungkin karena akhir tahun ya . Untuk menghabiskan anggaran,” tuturnya sambil tersenyum.
Kementerian Agama (Kemenag) melalui Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam (Dirjen Bimas) mencoba terobosan inovasi berupa penerbitan kartu nikah. Inovasi ini diklaim sejalan dengan peluncuran Sistem Informasi Manajemen Nikah Berbasis Wabsite (Simkah Web).
Ditjen Bimas Kemenag Muhammadiyah Amin mengatakan pada tahap awal akan diluncurkan satu juta kartu nikah. Satu juta kartu nikah akan diterbitkan pada hari ini untuk pasangan yang tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan lain sebagainya.
“Pertama kali besok 12 November baru selesai cetak semua satu juta kartu nikah. Langkah ini sebagai bentuk inovasi dari Dirjen Bimas Kemenag. Pada akhir November cetak kartu nikah sudah berjalan di kota-kota besar lainnya sehingga pada 2020 sudah tidak ada lagi buku nikah,” ujarnya ketika dihubungi Republika, Ahad (11/11).
Menurutnya, kartu nikah berisi tentang informasi pernikahan yang bersangkutan seperti nama, nomor akta nikah, nomor perforasi buku nikah, tempat dan tanggal nikah. Di dalam kartu nikah tersebut, akan ada kode QR yang terhubung dengan aplikasi Simkah (Sistem Informasi Manajemen Nikah).
“Kartu nikah dilatarbelakangi oleh inovasi karena era digital, lalu buku nikah marak pemalsuan maka Simkah Web ini digunakan untuk meminimalisasi pemalsuan buku nikah. Lalu kartu nikah ini bersinergi dengan data-data kependudukan antara lain nama, alamat dan dll,” ucapnya.
Amin menjelaskan alasan penerbitan kartu nikah. Salah satunya semakin menjamurnya hotel syariah yang mensyaratkan adanya bukti nikah untuk pasangan yang hendak menginap.
"Perkembangan hotel syariah di negara kita berkembang maju ketika seorang tamu hotel syariah pasti diminta kependudukannya, ada enggak yang bawa buku nikah? Pasti enggak karena itu kartu nikah sangat praktis bisa di bawa kemana-mana seperti KTP,” ucapnya.
Amin juga menjelaskan, Simkah Web merupakan pengembangan dari aplikasi Simkah generasi pertama yang berbasis desktop. Aplikasi ini dirancang untuk mempermudah pengelolaan administrasi nikah dan rujuk pada KUA dengan dukungan validitas data yang terintegrasi dengan data Kependudukan dan Catatan Sipil.
Aplikasi yang telah diluncurkan oleh Menteri Agama pada 8 November 2018 merupakan tindaklanjut dari Nota Kesepahaman antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor: 470/5711/SJ dan Nomor 20 tahun 2015 Tentang Kerjasama Pemanfaatan Nomor Induk Kependudukan, Data Kependudukan Dan Ktp Elektronik Dalam Lingkup Kementerian Agama.