Senin 12 Nov 2018 11:35 WIB

Kementerian LHK akan Kaji Dampak Nyata Perhutanan Sosial

Dampak pada jumlah tenaga kerja yang terserap hingga pembangunan perekonomian.

Rep: Adinda Pryanka / Red: Gita Amanda
Menteri KLHK Siti Nurbaya.
Foto: Kementeria LHK
Menteri KLHK Siti Nurbaya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya menjelaskan, Kementerian LHK kini sedang berupaya mendapatkan perhitungan yang nyata dari dampak program Perhutanan Sosial. Termasuk, jumlah tenaga kerja yang terserap hingga dampaknya terhadap pembangunan perekonomian Indonesia. Saat ini, Kementerian LHK telah bekerja sama dengan akademisi untuk studi kasus dampak ekonomi dari program perhutanan sosial di beberapa lokasi di Indonesia.

Siti berharap, program Perhutanan Sosial dapat terus berjalan dan ditingkatkan karena program ini sangat bermanfaat bagi masyarakat. "Saya berharap ini dapat di scale up, karena Perhutanan Sosial sangat bermanfaat bagi masyarakat," ucapnya dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Ahad (11/11) lalu.

Dalam program Perhutanan Sosial, pemerintah telah mengalokasikan lahan kawasan hutan seluas 12,7 juta hektare. Siti menegaskan, program ini tidak untuk dibagi-bagikan begitu saja, namun harus jelas diberikan hak atau izin memanfaatkan Hutan Negara untuk kemakmuran rakyat.

Perhutanan Sosial memiliki bentuk lima skema yaitu Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, Hutan Tanaman Rakyat, Kemitraan Kehutanan dan Hutan Adat. Saat ini sudah mencapai kurang lebih 2,130 juta hektare lebih di seluruh Indonesia.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada para Menteri terkait untuk mempercepat program perhutanan sosial mengingat manfaatnya yang besar bagi masyarakat. Program ini memungkinkan masyarakat menerapkan pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak atau hutan adat untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya.

Jokowi meminta ingin ada verifikasi yang cepat dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Kementerian BUMN melalui Perhutani. Badan Pertanahan Nasional (BPN) juga diminta menyeesaikan urusan pada tahun depan. "Sebab, ini ditunggu rakyat," tuturnya dalam penyerahan Surat Keputusan (SK) Perhutanan Sosial di Bandung, Ahad (11/11).

Sebanyak 37 SK yang mencakup areal seluas 8.617 hektare diberikan Jokowi untuk 5.459 Kepala Keluarga dari delapan kabupaten di Provinsi Jawa Barat. SK tersebut berbentuk Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS) sebanyak 14 Unit SK IPHPS, seluas 2.943 hektare untuk 2.252 Kepala Keluarga (KK). Selanjutnya berbentuk Pengakuan dan Perlindungan Kemitraan Kehutanan (KULIN KK) sejumlah 23 Unit SK Kulin KK dengan luas 5.674,29 untuk 3.207 KK.

photo
Kegiatan penyerahan Surat Keputusan (SK) Perhutanan Sosial di Bandung, Ahad (11/11).

Jokowi mengatakan, melalui SK ini, masyarakat memiliki kepastian hukum untuk mengelola kawasan hutan selama 35 tahun. Ia pun berpesan agar masyarakat memanfaatkan lahan yang sudah diberi ijin dengan maksimal.

"Saya ingin lahan yang ada betul-betul dijadikan produktif, silahkan menanam kopi, buah-buahan, hortikultura, dan sebagainya," ujarnya.

Jokowi juga meminta agar para penerima SK dapat memilih produk-produk unggulan yang paling tepat dan sesuai dengan potensi daerahnya. Dengan cara ini, masyarakat dapat mengambil manfaat yang besar dari program Perhutanan Sosial.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution menuturkan, akan diberikan bantuan berupa Kebun Bibit Rakyat (KBR) untuk 10 kelompok dengan biaya masing-masing Rp 100 juta. KBR ini akan membangun kesempatan kerja karena masyarakat dapat membangun pembibitan secara berkelompok.

Hasil pembibitan juga dapat digunakan anggota kelompok melakukan penanaman selain usaha agroforestry yang direncanakan. Pembibitan dalam KBR diutamakan untuk bibit produktif seperti buah-buahan.

Darmin menuturkan, tren yang muncul di masyarakat sekarang sudah berbanding terbalik dengan beberapa tahun lalu. "Sekarang permintaan terhadap bibit sudah tidak lagi 30 persen buah-bahan dan 70 persen pohon kayu, tetapi sudah terbalik menjadi permintaan pohon buah-buahan 70 persen dan pohon kayu hanya 30 persen," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement