Rabu 07 Nov 2018 18:36 WIB

Pejabat Kementan Dituntut Delapan Tahun Penjara

Eko Mardiyanto PPK di Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan pada 2012-2013.

Terdakwa kasus  tindak pidana korupsi  pengadaan pupuk di Kementerian Pertanian (Kementan),  Eko Mardiyanto  berjalan usai   menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu (7/11).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa kasus tindak pidana korupsi pengadaan pupuk di Kementerian Pertanian (Kementan), Eko Mardiyanto berjalan usai menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu (7/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pejabat pembuat komitmen (PPK) di Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian 2012-2013 Eko Mardiyanto dituntut delapan tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan. Tuntutan itu karena dia dinilai terbukti melakukan korupsi pengadaan fasilitas budidaya mendukung pengendalian organisme pengganggu tanaman tahun anggaran 2013.

"Agar majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan terdakwa Eko Mardiyanto secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata jaksa penuntut umum KPK Luki Dwi Nugroho dalam sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (7/11).

Jaksa meminta hakim menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama delapan tahun penjara ditambah denda Rp300 dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti empat bulan kurungan     Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama dari Pasal 2 ayat (1) juncto pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

"Hal yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dari KKN, terdakwa tidak mengakui perbuatan, terdakwa sudah menikmati hasil kejahatan," kata jaksa Luki.

JPU KPK juga menuntut pembayaran uang pengganti yang sudah dinikmati oleh Eko. "Menjatuhkan pidana tambahan terhadap terdakwa Eko Mardiyanto untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 1,05 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti, dalam hal terdakwa tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama tujuh bulan," ungkap Luki.

Perbuatan Eko bersama-sama dengan selaku pejabat pembuat komitmen di Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan TA 2012-2013 bersama-sama dengan Direktur Utama PT Hidayah Nur Wahana (HNW) Sutrisno, Dirut PT Karya Muda Jaya Ahmad Yani, Nasser Ibrahim dan Dirjen Hortikultura Hasanuddin Ibrahim itu merugikan keuangan negara senilai Rp 12,947 miliar. Mereka merekayasa kegiatan pengadaan sarana budidaya mendukung pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dalam rangka belanja barang fisik lainnya untuk diserahkan kepada masayrakat/pemda di Ditjen Hortikultura Kementan Tahun Anggaran 2013.

Rekayasa dilakukan dengan cara mengarahkan ke spesfikasi pupuk merek Rhizagold, melakukan penggelembungan harga barang pengadaan dan melakukan pengaturan peserta lelang untuk memenangkan perusahaan tertentu, yaitu PT Karya Muda Jaya. Perbuatan itu memperkaya Eko Mardiyanto senilai Rp 1,005 miliar, Dirut PT HNW Sutrisno senilai Rp 7,303 miliar, Dirut PT Karya Muda Jaya Ahmad Yani melalui CV Ridho Putra sejumlah Rp 1,7 miliar, Nasser Ibrahim sejumlah Rp 200 juta dan Dirut PT Karya Muda Jaya (KMJ) Subhan senilai Rp 195 juta.

Atas tuntutan jaksa KPK, Eko mengajukan nota pembelaan (pleidoi) pada 21 November 2018

sumber : Antara

Dapat mengunjungi Baitullah merupakan sebuah kebahagiaan bagi setiap Umat Muslim. Dalam satu tahun terakhir, berapa kali Sobat Republika melaksanakan Umroh?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement