Rabu 07 Nov 2018 11:55 WIB

Banyak Warga Petobo Kini Menganggur Pasca Bencana Gempa Palu

Sebagian warga Petobo beralih profesi memungut puing-puing bangunan.

Kawasan Petobo, Sigi, Sulawesi Tengah
Foto: Republika TV/Fakhtar Khairon Lubis
Kawasan Petobo, Sigi, Sulawesi Tengah

REPUBLIKA.CO.ID, PALU -- Banyak warga Kelurahan Petobo, Kota Palu, Sulawesi Tengah, khususnya pegawai swasta, pengusaha dan petani, kehilangan pekerjaan akibat bencana gempa bumi pada 28 September 2018. Gempa yang disertai likuifaksi itu telah memorak-porandakan kelurahan tersebut.

''Tidak sedikit harta benda hilang akibat bencana ini, banyak jadi pengangguran termasuk saya," kata Rudi, salah seorang warga setempat yang sebelumnya bekerja sebagi penjaga gudang kakao di Petobo, saat ditemui di tenda pengungsian, Rabu (7/11).

Fatmawati, warga setempat yang sebelumnya sebagai pedagang kios barang campuran, mengatakan dirinya tidak lagi memiliki modal untuk membangun usahanya. Karena, harta bendanya habis diterjang lumpur.

Fatmawati mengaku tidak bisa berbuat banyak. ''Saya hanya bisa bersabar. Kondisi kami tinggal di tenda pengungsian sambil menunggu hunian tetap dari pemerintah, " tururnya.

Gempa bumi bermagnitudo 7,4 pada Skala Richter mengguncang Kota Palu,  Kabupaten Sigi dan Donggala, mengakibatkan tsunami dan likuifaksi pada 28 September 2018. Bencana tidak hanya menghancurkan harta benda, tetapi juga menelan lebih dari 2.000 jiwa serta memaksa puluhan ribu warga mengungsi.

Akibat bencana dahsyat itu, sebagian warga Petobo beralih profesi memungut puing-puing bangunan yang masih bernilai ekonomis. Puing-puing kemudian dijual dan hasilnya digunakan untuk bertahan hidup.

''Benar, banyak warga terpaksa mengambil barang-barang bekas di bawah rerutuhan bangunan seperti besi-besi bangunan bahkan atap seng yang sudah berserakan di tanah dijual dengan harga Rp 15 ribu hingga Rp 25 ribu per lembar," kata Abd Naim yang juga Ketua RT 1/RW 5 Kelurahan Petobo.

Kini aktivitas warga di tenda pengungsian sangat terbatas. Mereka sehari-harinya saling bahu membahu membangun tempat tinggal mereka yang bersifat sementara.

''Dengan bahan material seadanya, sebagian warga sudah mendirikan tempat tinggal mereka untuk jangka pendek menunggu kepastian pembangunan hunian tetap dari pemerintah,'' kata Naim. ''Sebab lokasi pengungsian ini gersang sehingga jika siang hari hawanya sangat panas, belum lagi sumber air bersih tidak ada.''

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement