REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jatuhnya pesawat Lion Air dengan nomor registrasi PK-LQP dalam penerbangan JT 610 Jakarta-Pangkalpinang pada 29 Oktober 2019 ternyata tidak hanya memunculkan rasa sedih pada keluarga korban. Setelah kecelakaan tersebut, ada tangis lain dari mereka yang berupaya mencari korban dan penyebab kecelakaan tersebut terjadi.
Pertemuan keluarga korban dengan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Soerjanto Tjahjono, Kepala Badan Sar Nasional (Basarnas) Muhammad Syaugi, dan Kapusdokkes Polri Brigjen Arthur Tampi di Hotel Ibis, Cawang, Jakarta, Senin (5/11) nyatanya mampu memicu tangis lain. Keluarga korban yang hadir pada pertemuan tersebut berkesempatan menjelaskan keluh kelasahnya selama menunggu kepastian jenazah keluarganya.
Namun, dari keluh kesah yang diungkapkan itu justru mampu memperlihatkan bagaimana tekanan pemerintah yang terus berupaya mencari jasad korban dan penyebab jatuhnya pesawat. Tangis dan emosi para keluarga pecah saat mereka satu persatu meminta kejelasan pencarian jenazah dan tanggung jawab Lion Air terhadap kecelakaan tersebut.
Suasana pertemuan tersebut mendadak pilu setelah ayah dari korban bernama Eka M Suganda mengungkapkan rasa sedihnya ditinggal anaknya. "Mohon dengan hormat, kiranya penumpang JT 610 mohon segera kembali kepada kami. Kami meminta kebenaran apakah benar pesawat tersebut sudah bermasalah sebelumnya? Tentu teknisi Lion harus tanggung jawab. Tolong management Lion perbaiki," ungkapnya dengan terbata menahan tangis, kemarin.
Kepala Basarnas Marsekal Madya M Syaugi memberikan keterengan kepada media usai konferensi pers di Jakarta, Senin (5/11).
Tak sampai di situ, salah seorang keluarga korban lainnya juga meminta kejelasan bagaimana jika ada korban kecelakaan yang tidak teridentifikasi. "Dari bagian tubuh yang ditemukan jika teridentifikasi melegakan. Namun buat yang tidak teridentifikasi? Kapan batas waktu kepada keluarga mengenai hasilnya?" ungkap salah seorang keluarga korban di depan Syaugi, Budi, Soerjanto, dan Arthur.
Setelah dicecar beragam permintaan kepastian dari keluarga korban, pada akhirnya Kepala Basarnas dan Ketua KNKT meluapkan isi hatinya. Syaugi tidak dapat menahan tangisnya saat menjawab sekian banyak pertanyaan yang diungkapkan keluarga korban.
"Kami memahami, kami bukan manusia super, bukan manusia sempurna. Tapi kami tetap berusaha dengan sekuat tenaga, dengan apa yang kami miliki kami yakin, bisa mengevakuasi seluruh korban," ucap Syaugi dengan terbata dan menangis dan mendapatkan tepuk tangan dari seluruh keluarga korban yang hadir.
Meski terbata, Syaugi menegaskan Basarnas dan tim pencari di laut tidak menyerah untuk mendapatkan jasad korban agar bisa diidentifikasi. Syaugi mengharapkan dengan waktu yang ada saat ini bisa menemukan seluruh jasad korban kecelakaan pesawat bertipe Boeing 737 Max 8 itu.
PKPU HI ikut membantu pencarian korban Lion Air JT-610.
"Selama masih ada kemungkinan untuk ditemukan, saya yakin bahwa saya akan terus mencari saudara-saudara saya ini. Kami mohon kepada bapak dan ibu sekalian untuk kita bisa kuat dalam melakukan tugas-tugas yang mulia ini," ungkap Syaugi.
Tangis tak berhenti sampai saat itu. Soerjanto juga memegang beban berat lain selain Basarnas. Sebagai ketua KNKT yang dibentuk di bawah presiden langsung, Soerjanto memiliki tanggung jawab besar untuk membuat laporan mengenai kecelakaan tersebut.
Soerjanto mulai meluapkan tangisnya saat keluarga menyinggung benda-benda milik korban yang ditemukan di sekitar perairan Karawang, Jawa Barat yang menjadi lokasi jatuhnya pesawat. Keluarga korban mengungkapkan ketidaktegaannya melihat barang milik korban dibiarkan saja di Pelabuhan Tanjung Priok dan saat ini sebagian masih menjadi data pendukung kepolisian yang mendeteksi DNA korban.
Mengenai hal itu, Soerjanto meminta Lion Air membuat rekomendasi bagaimana menangani barang-barang pribadi seperti KTP, kartu kredit, tas, sepatu, dan apapun bentuknya. Soerjanto menuturkan permintaan maaf jika barang-barang tersebut justru mengingatkan rasa pedih di hati korban.
"Mohon maaf, kami minta Lion Air untuk benar-benar menyimpan dengan baik barang-barang tersebut. Tolong kalau sduah selesai segera dikembalikan kepada keluarga korban," tutur Soerjanto singkat sambil menahan tangisnya.
Pramugari menangis saat doa bersama di lokasi jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di KRI Banjarmasin di Perairan Karawang, Jawa Barat, Selasa (6/11).
Sayang dari sekian banyak pertanyaan dari keluarga korban mengenai perhatian yang diberikan Lion Air, tidak ada jawaban pasti mengenai hal tersebut. Keluarga korban menyayangkan kurang aktifnya Lion Air dalam memberikan kejelasan informasi, tidak adanya kejelasan dari manajemen, bahkan hingga persoalan beberapa keluarga korban yang dihalang-halangi untuk makan di hotel yang disedikan Lion Air untuk keluarga korban.
Padahal, bos Lion Air Rusdy Kirana dalam pertemuan tersebut hadir namun tak sepatah katapun ia sampaikan menanggapi keluh kesah keluarga korban. Bahkan saat pertemuan selesai, Rusdy sama sekali tidak menggubris permintaan awak media yang sudah menunggu di depan pintu ruangan.
Saat itu awak media pun dihalangi oleh sejumlah orang yang sengaja disusun membuat baris agar tidak bisa mendekati Rusdy. Meski sudah diteriaki awak media saat Russy keluar, dirinya hanya pergi berlalu begitu saja tanpa memberikan keterangan apapun.
Pada Selasa (6/11), dilakukan doa bersama di lokasi jatuhnya pesawat PK-LQP di perairan Karawang. Doa bersama tersebut juga dihadiri para tim pencari dan keluarga korban untuk memperlancar segala kegiatan yang dilakukan pascakecelakaan tersebut.