REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Balai Besar Taman Nasional Bromo, Tengger dan Semeru (BB TNBTS) bersama Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pasuruan dan Pemkab Probolinggo akan meluncurkan desa wisata edelweis pada 10 November mendatang. Wilayah Ngadisari, Kabupaten Probolinggo dan Wonokitri, Kabupaten Pasuruan akan menjadi desa wisata edelweis pertama di dunia.
"Ini bakal jadi satu-satunya desa wisata edelweis di dunia. Bunga edelweis memang ada di mana-mana di beberapa tempat, tapi yang benar-benar desa wisata sehingga bisa swafoto, ya di sini," ujar Kepala BB TNBTS, John Kenedie kepada wartawan di Aula BB TNBTS, Kota Malang, Selasa (6/11).
Seperti diketahui, edelweis atau jenis anaphalis javanica yang telah ditetapkan sebagai tanaman dilindungi melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Di sisi lain, terdapat dua jenis tanaman edelweis lainnya yang tidak ditetapkan dalam kategori tersebut. Jenis tanaman dimaksud, yakni anaphalis visida dan anaphalis longifolia.
Menurut Kenedie, edelweis memiliki nama lokal di masyarakat Tengger dengan sebutan kembang tana layu. Penamaan ini merujuk pada kondisi fisik bunga yang memiliki ketahanan yang lama atau tidak mudah layu. Edelweis juga dikenal dengan sebutan bunga abadi karena itu sering dipetik oleh pasangan muda maupun suami-istri. Kepemilikan bunga ini identik agar cinta pasangan terkait dapat abadi selamanya.
"Dan selama ini di masyarakat Hindu Suku Tengger juga sering dipakai pada saat acara sakral mereka," jelas Kenedie.
Karena keberadaan yang semakin langka sedangkan daya tarik masih kuat, TNBTS sejak 2010 telah berupaya melakukan pengembangan tanaman tersebut. Pihaknya telah melatih masyarakat Ngadisari dan Wonokitri untuk membudidayakan edelweis hingga 2014. Saat ini pembudidayaan edelweis telah mencapai generasi kedua sehingga sudah bisa dimanfaatkan dan ditangkarkan. Menurut Kenedie, pihaknya telah mengajukan izin penangkaran pada BKSDA Jawa Timur.
"Insya Allah SK akan diserahkan saat acara nanti. Kita akan dapat legalitas bahwa bunga yang dilindungi ini bisa dijualbelikan. Bisa dikemas, dipakai swafoto dan memberikan penghasilan serta bisa buat menanam juga," ujarnya.
Keberadaan dua desa wisata edelweis ini juga sekaligus memadukan tiga peluang. Dalam hal ini mengonservasi edelweis di luar habitat aslinya, mempertahankan budaya lokal dan meningkatan ekonomi masyarakat sekitar. "Jadi tanaman edelweis bisa bertambah di luar habitatnya di taman nasional, kegiatan religi masyarakat tetap berjalan dan ini akan mendatangkan tambahan pendapatan ekonomi masyarakat melalui wisata tersebut," jelasnya.
Lebih detail, pengunjung tidak hanya dapat menikmati wisata petik bunga di beberapa titik desa. Mereka juga bisa berswafoto ria di lokasi yang telah disediakan masyarakat setempat. Kemudian juga akan disiapkan wisata handycraft bunga edelweis.
"Untuk tiket masuk kalau di festival nanti masih gratis. Setelah itu nanti ada harganya sesuai ketetapan peraturan desa setempat," jelasnya.
Dengan adanya tambahan wisata ini, Kenedie berharap, pengunjung tidak hanya bisa melihat keindahan alam TNBTS. Namun juga mampu berwisata di taman edelweis yang sangat tepat bagi mereka yang suka berswafoto. Di kesempatan serupa, Warga Ngadisari Supoyo mengaku sangat menyambut baik rencana kegiatan yang dilakukan TNBTS. Dia berharap, pengembangan wisata edelweis tidak hanya diterapkan di dua desa seperti Ngadisari dan Wonokitri.
"Kita harapkan di seluruh desa penyanggah di Lumajang dan Malang juga dapat melaksanakan ini," tambah dia.