Selasa 06 Nov 2018 19:25 WIB

Keponakan Setya Novanto Dituntut 12 Tahun Penjara

Jaksa KPK menilai Irvanto merekayasa proyek KTP-El.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Muhammad Hafil
Terdakawa kasus tindak pidana korupsi KTP Elektronik Irvanto Pambudi Cahyo  tertunduk meninggalkan ruangan sidang usai menjalani sidang  tuntutan di Pedengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa( 6/11).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakawa kasus tindak pidana korupsi KTP Elektronik Irvanto Pambudi Cahyo tertunduk meninggalkan ruangan sidang usai menjalani sidang tuntutan di Pedengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa( 6/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan Pengusaha Made Oka Masagung dituntut 12 tahun penjara oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedua terdakwa proyek pengadaan KTP-el itu juga dituntut membayar denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.

"Kami menuntut agar majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama," ujar jaksa KPK Wawan Yunarwanto  di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (6/11)

Dalam pertimbangan, Jaksa menilai perbuatan Irvanto dan Made Oka tidak mendukung pemerintah yang sedang giatnya memberantas korupsi. Kemudian, akibat perbuatan keduanya sangat bersifat masif yakni menyangkut pengelolaan data kependudukan nasional dan dampak perbuatan keduanya masih terasa sampai saat ini dan telah merugikan keuangan negara.  Kedua terdakwa, juga dinilai berbelit-belit dalam memberikan keterangan di penyidikan dan persidangan.

Sementara untuk pertimbangan untuk Irvanto yang didapat selama persidangan,  menurut Jaksa, Irvanto terbukti merekayasa proses lelang dalam proyek pengadaan KTP-el. Ia juga dianggap telah menjadi perantara suap untuk sejumlah anggota DPR RI.

Keponakan Setya Novanto itu dinilai ikut andil dalam memenangkan perusahaan tertentu dalam pengadaan KTP-el. Bahkan, Irvanto juga turut menghadiri pertemuan dengan orang-orang yang selanjutnya disebut Tim Fatmawati yang dibentuk untuk memenangkan salah satu perusahaan yang terafiliasi dengan pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong.

Irvanto dan Andi Narogong bersama Tim Fatmawati juga terbukti bersepakat untuk mengatur proses pelelangan akan diarahkan untuk memenangkan salah satu konsorsium yang akan dibentuk. Selain itu, ia juga dinilai berperan memberikan uang  kepada Setya Novanto.

Irvanto terbukti beberapa kali menerima uang Johannes Marliem selaku penyedia produk biometrik merek L-1 yang seluruhnya berjumlah 3,5 juta dollar Amerika Serikat. Uang tersebut disebut sebagai fee sebesar 5 persen untuk mempermudah pengurusan anggaran KTP-el.

Sementara untuk Made Oka, dari fakta persidangan menurut Jaksa terbukti menjadi perantara uang suap untuk Novanto.  Diketahui, awalnya Konsorsium PNRI yang memenangkan lelang proyek KTP-el tidak mendapatkan uang muka.

Untuk itu, sejumlah pengusaha dalam Konsorsium PNRI yakni, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Johannes Marliem, Anang Sugiana Sudihardjo dan Paulus Tannos melaporkannya kepada Setya Novanto. Atas laporan tersebut, Novanto menyampaikan akan memperkenalkan Made Oka untuk mengatasi pendanaan pelaksanaan proyek.

Setelah pertemuan itu, Novanto memperkenalkan Made Oka kepada Paulus Tannos di rumah Novanto dan Made Oka menyanggupi untuk membantu. Saat itu, Novanto pun meminta Made Oka untuk menerima fee dari konsorsium.

Sesuai kesepakatan di antara pengusaha pada 14 Juni 2012, fee untuk Novanto dikirimkan melalui Made Oka. Made Oka menyalahgunakan kedudukannya sebagai pemilik OEM Investment Pte.Ltd menerima fee sejumlah 1,8 juta dollar Amerika Serikat.

Uang tersebut berasal dari Johannes Marliem, salah satu penyedia produk biometrik merek L-1 melalui rekening OEM Investment, Pte. Ltd pada OCBC Center Branch Nomor Rekening 501029938301 dengan underlying transaction

“software development final payment”.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement