REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo mengatakan Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati tidak bermaksud melakukan kampanye ketika melakukan angkat jari ada acara IMF-Bank Dunia di Bali, beberapa waktu lalu. Karena itu, Bawaslu menyatakan keduanya tidak melakukan pelanggaran kampanye.
Ratna menjelaskan aksi angkat jari tersebut terkait dengan bahasa tubuh (gesture). Karena itu, Bawaslu tidak bisa melakukan penafsiran bahasa tubuh tanpa melakukan klarifikasi kepada kedua menteri kabinet Presiden Joko Widodo ini.
"Gesture ini kan yang bisa menjelaskan adalah orang yang melakukan itu," ujar Ratna ketika dijumpai wartawan di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (6/11).
Berdasarkan penjelasan Sri Mulyani kepada Bawaslu, Ratna menjelaskan, tidak ada maksud melakukan kampanye saat kegiatan di Nusa Dua waktu itu. Sebaliknya, ia mengatakan, Sri Mulyani mengaku justru ingin mencegah jangan sampai momen saat itu digunakan untuk kepentingan politik.
Dari keterangan Sri Mulyani pula, terungkap alasan untuk tidak menggunakan simbol dua jari. Sebab di Indonesia saat ini, simbol yang menggunakan jari-jari tangan akan menjurus kepada makna tertentu yang mengarah kepada pasangan capres-cawapres.
Ratna menerangkan Sri Mulyani juga menjelaskan maksud pernyataan 'one is for Jokowi dan two is for Prabowo' atau satu untuk Jokowi dan dua untuk Prabowo. Sri Mulyani menyampaikan hal itu dalam konteks menjawab pertanyaan Direktur IMF Christine Lagarde.
Ratna menerangkan saat itu, Lagarde bertanya kepada Sri Mulyani alasan mereka tidak bisa berpose dengan mengangkat dua jari. "Karena simbol dua jari itu kan menurut Lagarde sudah menjadi simbol universal atau menyatakan victory. Jadi Ibu Sri Mulyani menjelaskan bahwa untuk di Indonesia simbol jari itu punya makna. Itulah yang dikatakan sebagaimana potongan video (yang mengatakan) satu untuk Jokowi dan dua untuk Prabowo," kata Ratna.
Ratna juga mengungkapkan maksud aksi angkat satu jari yang dilakukan oleh Menkeu Luhut Binsar Pandjaitan. Menurut Luhut kepada Bawaslu, Ratna menerangkan, satu jari itu menunjukkan bahwa Indonesia adalah satu sebagai negara kesatuan.
"Pak Luhut bilang dia tidak bermaksud menyatakan satu (jari) itu untuk salah satu pasangan capres-cawapres. Itulah yang kami dapatkan dari klarifikasi (kepada kedua menteri)," kata Ratna.
Dalam putusannya pada Selasa, Bawaslu menyatakan tidak melanjutkan kasus dugaan pelangggaran kampanye oleh Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati ke penyidikan. Kasus dugaan pelangggaran kampanye terkait aksi angkat jari ini dinyatakan tidak memenuhi unsur pidana pemilu.
"Status laporan nomor 06/LP/PP/RI/00.00/X/2018, atas nama terlapor Luhut Binsar Pandjaitan dan Sri Mulyani Indrawati tidak dapat ditindaklanjuti," demikian sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis Bawaslu.
Kasus ini dilaporkan oleh Tim Advokat Nusantara. Ketika melaporkan ke Bawaslu, kuasa hukum pelapor, M Taufiqurrohman, mengatakan kedua penjabat negara itu melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu paslon capres-cawapres.
"Sebagai pejabat negara mereka melakukan tindakan yang patut diduga menguntungkan dan menujukan keberpihakan terhadap pasangan capres-cawapres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin dalam kegiatan annual meeting IMF dan Bank Dunia di Bali pada 14 Oktober lalu," kata Taufiq kepada wartawan di Kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, 18 Oktober lalu.