REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan, Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati tidak terbukti melakukan pelanggaran kampanye. Tindakan angkat jari yang dilakukan keduanya saat acara IMF-Bank Dunia di Bali tidak memenuhi unsur pidana pemilu.
"Kami sudah menyatakan bahwa peristiwa yang dilaporkan Saudara Dahlan Pido atas Pak Luhut dan Ibu Sri Mulyani tidak memenuhi unsur pidana pemilu dan bukan merupakan tindak pidana pemilu," ujar anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Ratna Dewi Pettalolo, ketika dijumpai wartawan di kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (6/11).
Dengan demikian, kata Ratna, keduanya tidak terbukti melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu sebagaimana larangan dalam Pasal 282 UU Pemilu Tahun 2017.
"Karena itu, atas kasus angkat jari oleh keduanya, kami nyatakan tidak terbukti ada pelangggaran. Sebab, tidak terpenuhi unsur-unsur pidananya sebagaimana yang dimaksud dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 201. Keduanya tidak bersalah," kata Ratna menegaskan.
Sebelumnya, dalam putusannya Bawaslu menyatakan tidak melanjutkan kasus dugaan pelangggaran kampanye oleh Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati ke penyidikan. Kasus dugaan pelangggaran kampanye terkait aksi angkat jari ini dinyatakan tidak memenuhi unsur pidana pemilu.
Berdasarkan keterangan tertulis dari Bawaslu, putusan itu resmi ditetapkan pada Selasa (6/11). "Status laporan nomor 06/LP/PP/RI/00.00/X/2018, atas nama terlapor Luhut Binsar Pandjaitan dan Sri Mulyani Indrawati tidak dapat ditindaklanjuti," demikian sebagaimana dikutip dari keterangan tertulis Bawaslu.
Dasar putusan yakni laporan pada 18 Oktober 2018 tersebut tidak memenuhi unsur ketentuan pidana, sebagaimana Pasal 547 UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017. Pasal 547 menjelaskan tentang ketentuan pidana atas dugaan pelangggaran Pasal 282 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Pasal 282 menjelaskan tentang larangan bagi pejabat negara membuat keputusan yang menguntungkan dan merugikan salah satu peserta pemilu. Adapun sanksi pidana yang ada dalam pasal 547, yakni ancaman pidana penjara 3 tahun serta denda Rp 36.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah).
Tim Advokat Nusantara resmi melaporkan Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan dan Menkeu Sri Mulyani ke Bawaslu pada Kamis siang.
Kuasa hukum pelapor, M Taufiqurrohman, mengatakan kedua penjabat negara itu diduga melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu paslon capres-cawapres.
"Sebagai pejabat negara mereka melakukan tindakan yang patut diduga menguntungkan dan menunjukkan keberpihakan terhadap pasangan capres-cawapres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin dalam kegiatan annual meeting IMF dan Bank Dunia di Bali pada 14 Oktober lalu," kata Taufiq menjelaskan kepada wartawan di kantor Bawaslu, Thamrin, Jakarta Pusat, 18 Oktober lalu.
Adapun dasar pengaduan tersebut karena agenda IMF merupakan agenda resmi kenegaraan. Kemudian, pengadu menemukan adanya indikasi kampanye terselubung, di mana Luhut dan Sri Mulyani terlihat mengarahkan Direktur IMF, Christine Lagarde, dan Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim, untuk berpose satu jari pada sesi foto.
"Kemudian ada ucapan Sri Mulyani, 'Jangan pakai dua, bilang not dua, not dua'. Selanjutnya, ada pula ucapan Luhut kepada Lagarde, 'No no no, not two, not two'. Kemudian Sri Mulyani terdengar mempertegas dengan mengatakan 'Two is Prabowo , and one is for Jokowi'," ujar Taufiq menjelaskan.