Sabtu 03 Nov 2018 21:37 WIB

Soal Capres, Muhammadiyah Kembali Tegaskan Khitahnya

Muhammadiyah tetap berkepentingan mengedukasi masyarakat atas masalah politik bangsa

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Elba Damhuri
Ketua Umum PP Muhammdiyah menghadiri acara peluncuran dan bedah buku  karyanya yang berjudal Kuliah Kemuhammadiyahan. Peluncuran buku di  laksanakan di aula Ukhuwah Islamiyah Universitas Muhammadiyah Purwokerto,  Sabtu (3/11).
Foto: Republika/Eko Widiyatno
Ketua Umum PP Muhammdiyah menghadiri acara peluncuran dan bedah buku karyanya yang berjudal Kuliah Kemuhammadiyahan. Peluncuran buku di laksanakan di aula Ukhuwah Islamiyah Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu (3/11).

REPUBLIKA.CO.ID PURWOKERTO -- Situasi politik jelang pemilihan presiden-wakil presiden (pilpres) dan pemilu legislatif makin panas. Berbagai dukungan terus dideklarasikan terhadap calon tertentu.

Namun, Muhammadiyah, salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia ini, tetap bersikap tegas berada di tengah. Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir kembali menegaskan bahwa ormas keagamaan yang dipimpinnya tidak memiliki kecenderungan pada parpol atau capres/cawapres tertentu.

Baca Juga

''Prinsipnya, Muhammadiyah tetap pada khitahnya. Tidak ada kecenderungan pada parpol atau capres tertentu,'' jelasnya seusai menghadiri acara resensi buku di Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Sabtu (3/11).

Haedar menegaskan, bila warga (Muhammadiyah) menentukan pilihannya pada parpol atau capres tertentu, maka itu pilihan warga. Ini bukan hal yang ditentukan Muhammadiyah.  Muhammadiyah, kata Haedar, tidak dalam kapasitas menjadi institusi yang memberikan dukungan pada partai atau capres tertentu.

''Wajar saja warga mendukung partai politik tertentu, karena parpol memang merupakan organisasi yang bersifat terbuka. Tapi bagi ormas seperti Muhammadiyah dan juga ormas mana pun, tidak dalam kapasitas untuk secara institusi dukung-mendukung,'' jelasnya.

Meski demikian, dia menyebutkan, Muhammadiyah tetap berkepentingan untuk memberikan edukasi pada masyarakat mengenai masalah politik. Hal ini dimaksudkan agar warga Muhammadiyah bisa menentukan pilihan politik yang cerdas, bertanggung jawab, dan membawa kemajuan bangsa.

Mengutip pendapat seorang pakar, Haedar mengakui, Muhammadiyah memang menjadi salah satu kekuatan politik yang besar meski pun bukan merupakan lembaga politik. Namun dia menyebutkan, hal ini karena peran politik yang dijalankan Muhammadiyah selama ini, lebih sebagai kekuatan etika.

''Ini yang akan terus menjadi komitmen Muhammadiyah. Dalam konteks Indonesia, kehadiran Muhammadiyah adalah untuk membawa peran politik moral dalam rangka mewujudkan politik yang modern,'' jelasnya.

Sebagai negara demokrasi, Haedar menyebutkan, kehidupan politik modern ditandai dengan supremasi hukum di atas semua kepentingan. Juga, pemerintahan yang berjalan untuk melayani semua orang bukan untuk kelompok tertentu.

''Sejauh ini, kita masih perlu belajar untuk menuju ke arah itu,'' katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement