Jumat 02 Nov 2018 01:24 WIB

Lion Air: Tidak Ada Alasan Takut Terbang dengan Kami

Pesawat Lion Air JT610 jatuh di perairan Tanjung Karawang, Senin (29/10).

Red: Nur Aini
Penyelidik dari Komite Nasional Keselamatan dan Transportasi (KNKT) Indonesia dan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) Amerika serikat saat memeriksa puing-puing pesawat Lion Air JT 610 di Terminal JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (1/11).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Penyelidik dari Komite Nasional Keselamatan dan Transportasi (KNKT) Indonesia dan Dewan Keselamatan Transportasi Nasional (NTSB) Amerika serikat saat memeriksa puing-puing pesawat Lion Air JT 610 di Terminal JICT 2, Tanjung Priok, Jakarta, Kamis (1/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maskapai Lion Air mengatakan tidak ada alasan bagi publik untuk takut terbang dengan armada pesawat mereka. Hal itu dikatakan saat mereka masih dalam upaya mencari tahu mengapa pesawatnya jatuh pada Senin (28/10) dan menewaskan 189 orang penumpang dan awak di dalamnya.

Program ABC 7.30 diberi kesempatan melakukan tur ke markas Lion Air di Jakarta oleh Direktur Pelaksana perusahaan itu, Kapten Daniel Adi dengan harapan dapat meyakinkan kami dan jutaan penumpang mereka - bahwa maskapai ini aman, meskipun mengalami bencana minggu ini. Maskapai itu telah kehilangan lima pesawat dalam waktu kurang dari dua dekade.

Baca Juga

Kapten Daniel Adi mengatakan dia mempercayai para teknisi, pilot, dan pesawatnya, dan tidak tahu mengapa pesawat Lion Air terus jatuh.

"Ini adalah pertanyaan yang sama dengan saya. Kami sudah berusaha melakukan yang terbaik untuk mengevaluasi apa yang terjadi," katanya.

"Sekarang adalah kedua kalinya kami telah diaudit oleh IOSA (International Air Transport Association Operational Safety Audit) dan kami telah lulus audit itu, jadi sudah pasti, mengapa kita takut dan tidak ingin terbang bersama kami? "Tidak tahu. Tidak ada alasan untuk itu."

Simulasi apa yang mungkin telah terjadi

Program 7.30 diajak masuk ke dalam simulator kokpit berteknologi tinggi yang berusaha menciptakan kembali kondisi yang menyebabkan penerbangan JT610 jatuh ke Laut Jawa.

"Kami tidak tahu persis apa yang terjadi, tetapi kami akan mencoba latihan ini," kata instruktur Kapten Felix Kurniadi.

Beberapa menit setelah simulasi take-off terdengar alarm. Instrumen pilot dan co-pilot menunjukkan pengukuran yang berbeda.

"Anda dapat melihat pada titik ini, kedua indikator kecepatan udara berbeda," instruktur menjelaskan.

"Nomor satu adalah 274, sedangkan indikator kedua adalah 302 knot. Jadi malfungsi sudah terjadi dan kru kami sedang mencoba memecahkan masalah ini."

Masalah itu signifikan. Jika pembacaan kecepatan udara tidak akurat, autopilot - dan pilot itu sendiri - tidak memiliki cara untuk memastikan hidung pesawat diarahkan ke sudut yang tepat agar tetap berada di udara.

Sejalan dengan protokol, co-pilot menggunakan instruksi darurat manual untuk membacakan prosedur, selangkah demi selangkah, agar pilot dapat mengikuti. Mereka berhasil mempertahankan ketinggian dan simulasi berakhir dengan mereka mendarat kembali dengan selamat di Bandara Jakarta.

Itu hanyalah perkiraan kasar dari kondisi yang menyebabkan kecelakaan itu. Kotak hitam pesawat JT610 yang merekam penerbangan itu kini telah ditemukan dan akan dianalisis untuk mencoba menentukan apa yang sebenarnya terjadi.

'Budaya keselamatan' masih masalah

Sebagai sebuah entitas bisnis, Lion Air adalah kisah sukses besar. Setelah 18 tahun berdiri, saat ini maskapai Lion Air, menguasai 52 persen pasar domestik Indonesia, menjalankan 650 penerbangan dalam sehari.

Tapi catatan keamanannya selalu dilihat sebagai masalah, meskipun telah melakukan investasi besar dalam beberapa tahun terakhir untuk memenuhi standar keselamatan penerbangan sipil dunia.

Menteri Transportasi Indonesia Budi Karya Sumadi telah menonaktifkan direktur teknis Lion Air dan meningkatkan pemeriksaan pemeliharaan acak untuk perusahaan ini. Menteri Perhubungan juga sedang mempertimbangkan untuk menerapkan lebih banyak peraturan, yang merupakan masalah sensitif.

Setelah kecelakaan Air Asia 2015, Indonesia telah menerapkan hukuman yang lebih berat atas pelanggaran keamanan. Namun, tindakan keras itu dikatakan telah membuat para insinyur enggan melaporkan masalah. Menurut analis penerbangan Gerry Soejatman, akibatnya adalah tingkat kecelakaan penerbangan di Indonesia meningkat 80 persen.

Gerry Soejatman percaya ada masalah yang jauh lebih besar yang berlangsung - bahwa Indonesia sebagai bangsa tidak sadar dengan keselamatan.

"Ketika Anda bekerja di sebuah industri yang membutuhkan budaya keselamatan yang sama sekali berbeda, itu jelas menimbulkan tantangan," katanya.

Namun Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi kepada program 7.30 mengatakan hal itu tidak terjadi.

"Budaya keselamatan kita telah membaik, katanya.

"Pada akhirnya, pimpinan bertanggung jawab atas kinerja yang tidak dilakukan dari situasi itu."

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.

sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2018-11-01/lion-air-tidak-ada-alasan-takut-terbang-dengan-kami/10458060
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement