Kamis 01 Nov 2018 19:15 WIB

KPU akan Konsultasikan Putusan MA ke DPR dan Pemerintah

Jubir MA menyatakan uji materi PKPU Nomor 26 diputuskan pekan lalu.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, memberikan keterangan tentang hasil pleno KPU soal larangan caleg dari mantan narapidana kasus korupsi, Rabu (23/5). KPU memutuskan tetap akan memberlakukan aturan yang  melarang mantan koruptor mendaftar sebagai caleg.
Foto: Republika/Dian Erika Nugraheny
Komisioner KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, memberikan keterangan tentang hasil pleno KPU soal larangan caleg dari mantan narapidana kasus korupsi, Rabu (23/5). KPU memutuskan tetap akan memberlakukan aturan yang melarang mantan koruptor mendaftar sebagai caleg.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan pihaknya akan mengkonsultasikan hasil putusan mahkamah Agung (MA) soal uji materi syarat pencalonan anggota DPD kepada DPR dan pemerintah. Selain itu, KPU juga berkonsultasi dengan Mahkamah Konstitusi (MK) dan sejumlah pakar hukum tata negara.

"Kami harus sampaikan juga kepada pemerintah dan DPR. Sebab, PKPU (yang memuat aturan tentang syarat pencalonan anggota legislatif) yang dibatalkan oleh MA itu merupakan hasil konsultasi dengan pemerintah dan DPR. Maka kita juga harus menyampaikan bagaimana menindaklanjuti hal ini," ujar Pramono ketika dijumpai wartawan di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (11/10).

Menurutnya, ada banyak langkah yang nantinya akan dilakukan oleh KPU, termasuk berkonsultasi dengan MK dan sejumlah ahli hukum tata negara. Namun, sebelum berkonsultasi dengan pihak-pihak tersebut, KPU tetap ingin memperoleh salinan putusan MA secara utuh dan layak.

Setelah menerima salinan putusan dari MA pun, akan ada persoalan baru yang harus diperhatikan KPU. Persoalan itu terkait adanya dua putusan berbeda dari dua lembaga berbeda terhadap satu pokok perkara yang sama.

Kedua putusan itu, menurut Pramono sama-sama bersifat sah dan keluar dari dua lembaga peradilan yang memang memiliki hak untuk menguji aturan tentang pemilu. "Maka KPU harus menindaklanjuti (putusan) yang mana ? Ini yang kami konsultasikan," tambah Pramono.

Berdasarkan laman resmi MA, perkara uji materi yang diajukan oleh OSO itu telah dikabulkan oleh MA sejak 25 Oktober lalu. Permohonan uji materi tersebut diajukan pada 20 September. Permohonan itu menyoal pengurus parpol yang menurut PKPU Nomor 26 Tahun 2018 tidak boleh menjadi calon anggota DPD.

Pada Selasa (30/10), Juru Bicara MA, Suhadi, mengatakan uji materi sudah diputuskan pekan lalu. Namun, MA belum bisa menyampaikan secara konkret dasar dari putusan itu.

"Sudah diputuskan dikabulkan pada Kamis (25/10) lalu. Untuk alasan hukumnya nanti akan disampaikan secara lengkap oleh Direktur Perkara MA," ujar Suhadi.

Sebelumnya, pada Juli lalu, MK telah  memutuskan mengabulkan permohonan uji materi atas pasal 128 huruf I UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Menurut MK, pasal 182 huruf I tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan inkonstitusional. Pasal itu menyebutkan bahwa calon anggota DPD tidak boleh memiliki 'pekerjaan lain'.

Adapun pekerjaan lain yang dimaksud yakni tidak melakukan praktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah dan/atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara, serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang atau hak sebagai anggota DPD.

Hakim MK, I Gde Dewa Palguna, dalam pertimbangan putusannya menyebutkan bahwa frasa 'pekerjaan lain' harus mencakup makna pengurus parpol. "Maka, Mahkamah penting untuk menegaskan bahwa pengurus adalah mulai dari pusat sampai paling rendah sesuai struktur organisasi parpol," tegasnya.

Baca juga: Teknisi Ikut Terbang Bersama Pesawat JT-610, Ada Apa?

Baca juga: Puing Badan Pesawat Lion Air JT610 Ditemukan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement