REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Soerjanto Tjahjono mengatakan belum ada kesimpulan soal bagaimana pesawat ini jatuh ke permukaan laut, apakah menghujam atau tidak. Sebab menurut dia, kerusakan seluruh mesin pesawat tidak serta merta membuat pesawat menurunkan ketinggian secara mendadak.
"Kalaupun mesin pesawat mati seluruhnya, pesawat masih bisa melayang. Jadi bagaimana impact-nya sampai hancur saat terkena permukaan air itu sebenarnya tergantung kecepatan pesawat," kata Soerjanto kepada wartawan, Selasa (30/10).
Ia menjelaskan pesawat didesain dengan satu mesin ketika take off di landasan kecepatan di atas 80 kilometer per jam itu masih bisa take off normal. Kalaupun saat di atas, jelas Soerjanto, lalu dua mesin pesawat mati, pesawat masih bisa melayang dan meluncur.
Sehingga kalaupun kerusakan satu atau dua mesin, menurutnya tidak serta merta membuat pesawat terjun menukik. Sudah banyak kasus kecelakaan pesawat yang dua mesinnya mati tapi masih bisa melayang dan mendarat dengan meluncur. Akan tetapi yang memengaruhi, dia mengatakan adalah soal kecepatan saat turun meluncur.
"Kalau impact terhadap air, walaupun dengan kecepatan tinggi airpun kerasnya seperti batu. Jadi tergantung kecepatannya, kalau meluncur dengan kecepatan sangat cepat akan berdampak besar pada hancurnya pesawat hingga berkeping-keping," katanya.
Untuk itu, Soerjanto menegaskan saat ini KNKT akan berfokus pada pencarian blackbox atau kotak hitam pesawat JT 610, selain dari evakuasi korban dari tim SAR. Di kotak hitam pesawat itulah yang akan mengungkapkan data perjalanan pesawat secara menyeluruh.
"Dengan membaca data di kotak hitam pesawat Lion Air JT610 dan puing-puing yang telah dikumpulkan, nanti akan terbaca bagaimana proses jatuhnya pesawat hingga ke permukaan laut," ungkap Soerjanto.