Ahad 28 Oct 2018 14:23 WIB

Relawan Juga Butuh Self Healing

Penyembuhan diri tim psikologis dilakukan dengan hal menyenangkan.

Rep: Umi Nur Fadillah/ Red: Agung Sasongko
Tim Relawan Lombok Recovery (Lover) Dompet Dhuafa menggunakan Hospital Keliling (Hoping) melayani pengungsi di Lombok dengan memberikan operasi katarak dan khitanan gratis, Rabu (5/9).
Foto: Dok Dompet Dhuafa
Tim Relawan Lombok Recovery (Lover) Dompet Dhuafa menggunakan Hospital Keliling (Hoping) melayani pengungsi di Lombok dengan memberikan operasi katarak dan khitanan gratis, Rabu (5/9).

REPUBLIKA.CO.ID,  PALU -- Rupanya penyembuhan trauma tidak hanya dibutuhkan oleh korban bencana. Tim psikologis yang biasa memberi bantuan psikologi dini (PFA) pada korban, juga membutuhkan penanganan itu.

Namun bedanya penyembuhan diri tim psikologis dilakukan dengan hal menyenangkan. Tidak melulu dengan hal-hal yang bersifat memotivasi untuk bangkit. Koordinator PFA Dompet Dhuafa Absharina Izzaty tidak menampik, tim layanan medis juga bisa merasakan lelah dan capek saat bekerja.

"Salah satu self healing (penyembuhan diri) biasanya jajan dan makan enak," kata perempuan yang akrab disapa Iza itu saat ditemui di Posko TNI AU, Petobo, Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng), Ahad (28/10).

Iza yang sudah dua pekan berada di Palu belum merasakan ada tekanan psikologis. Akan tetapi, dia selalu membunuh rasa jenuh dengan kulineran di Palu bersama relawan lainnya.

"Nyari jajanan, kulinernya, senang-senangnya kita di sini itu," ujar dia.

Iza mengatakan standarnya seorang relawan berada di lokasi bencana yakni selama dua pekan. Pun apabila relawan menunjukkan gejala home sick (kangen rumah) atau tak nyaman, maka harus segera kembali. Sebab jangan sampai, kondisi itu berlarut hingga relawan kesulitan beradaptasi di daerah asalnya.

"Kita bersihkan lagi emosinya biar bisa netral," kata Iza.

Koordinator media Dompet Dhuafa di Palu, Sulteng Mochammad Fatzry Iqbal menjelaskan secara pribadi dirinya menikmati membantu korban yang terkena musibah sehingga lebih santai menjalaninya. Selain itu, menurut dia, kegiatan diskusi dan tukar pikiran juga membantu melupakan kondisi jenuh selama menjadi relawan.

Pria yang akrab disapa Boim itu mengatakan sudah berada di Palu selama 10 hari pascabencana. Kemudian, dia kembali ditarik ke Jakarta untuk berganti tugas dengan yang lainnya selama tujuh hari. Saat ini, Boim sudah sembilan hari berada di Palu lagi. Adanya jeda bertugas di Palu bertujuan mencegah trauma berkepanjangan pada relawan.

"Getarannya (gempa) bisa terbawa, makanya butuh rolling (pertukaran). Ada senam otak juga, biar otak kiri kanan singkron," ujar Boim.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement