REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Lembaga Survei Populi Center merilis hasil survei nasional terkait elektabilitas partai baru yang menjadi peserta Pemilu 2019. Hasil survei menunjukkan, elektabilitas partai politik baru masih dibawah satu persen.
Partai-partai pendatang baru yang menjadi peserta Pemilu yakni Perindo, Partai Garuda, PSI, PBB, Partai Berkarya, serta PKPI.
Direktur Eksekutif Populi Center, Usep Saiful Ahyar mengungkapkan tiga penyebab utama rendahnya elektabilitas partai-partai tersebut.
Pertama, kata Usep, partai-partai baru masih kalah dari sisi figur sentral populer. Apalagi, jika dibandingkan dengan partai politik yang saat ini sudah duduk di kursi Senayan.
Berbeda dengan partai-partai lama, rata-rata masing-masing memiliki tokoh sentral dan figur yang mendapat simpati dari masyarakat luas.
“Figur-figur yang diangkat oleh partai baru itu masih kalah dibanding figur di partai lama,” kata Usep, Sabtu (27/10).
Salah satu partai baru yang memiliki figur yang telah cukup dikenal yakni Partai Berkarya pimpinan Tommy Soeharto. Kakaknya, Titiek Soeharto kemudian bergabung bersama Partai Berkarya setelah memutuskan hengkang dari Partai Golkar.
Namun, kata Usep, Partai Berkarya tetap tidak mudah dalam bersaing di Pemilu 2019. Sebab, sebagai partai pecahan, ia akan bersaing di pasar yang sama bersama Partai Golkar, Partai Nasdem, dan Partai Hanura.
Penyebab kedua, yakni soal program partai yang tak jauh beda dengan partai-partai lama.
Masyarakat, kata Usep, belum melihat suatu perbedaan yang kontras bahkan menarik hingga layak dipilih. Isu-isu yang diusung sejumlah partai baru pun dapat dikatakan tidak istimewa.
Usep mencontohkan, diawal kemunculan PSI, partai yang dikenal dengan partai anak muda tersebut cukup mendapatkan respons positif dari masyarakat. Namun, lambat laun, ketenaran PSI memudar kembali.
Penyebab ketiga, yakni terkait dengan koalisi pengusung pasangan capres-cawapres. Usep mengatakan, sekalipun beberapa partai baru bergabung bersama salah satu koalisi, mereka tak diberikan tempat banyak untuk berbicara mengenai Pilpres 2019.
Alhasil, efek ekor jas dari popularitas capres-cawapres mengalir kepada partai-partai besar yang menjadi pengusung utama. “Jadi, tiga hal itu yang membuat mereka saat ini kalah. Figur, isu program, dan tidak ada kesempatan yang banyak,” ujar Usep.
Ia mengatakan, partai-partai baru perlu memanfaatkan sisa waktu masa kampanye dengan sebaik-baiknya. Mengingat ambang batas parlemen empat persen yang cukup berat, sekalipun bagi partai lama, partai-partai baru harus bekerja esktra keras di akar rumput lumbung-lumbung suara.
“Caleh-caleg itu juga harus memahami konsituten mereka. Pilihan para caleg di wilayah masing-masing tidak bisa berlawanan dengan kehendak masyarakat disekitarnya. Termasuk, dalam pilihan Pilpres,” ujar Usep.
Mengutip hasil survei Populi Center periode 23 September-1 Oktober 2018 terhadap 1.470 responden di seluruh Indonesia, elektabilitas enam partai baru masih dibawah satu persen. Secara keseluruhan tren elektabilitas enam partai tersebut mengalami penurunan sejak Februari 2018. Berikut hasil survei partai baru dengan elektabilitas rendah:
Perindo : 0,8 persen
Partai Garuda : 0,5 persen
PSI : 0,3 persen
PBB : 0,2 persen
Partai Berkarya : 0,1 persen
PKPI : 0,0 persen