Sabtu 27 Oct 2018 08:58 WIB

Belajar dari Polemik Pembakaran Bendera Tauhid

Kasus pembakaran bendera diharapkan menjadi pelajaran.

Kasus ribut pembakaran bendera.
Foto: republika
Kasus ribut pembakaran bendera.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hasanul Rizqa, Rahma Sulistya, Inas Widyanuratikah, Dedy Darmawan Nasution

JAKARTA -- Kasus pembakaran bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid pada peringatan Hari Santri Nasional di Garut, disikapi beragam oleh umat Islam Indonesia. Berbagai pihak mengharapkan umat Islam bisa bijaksana dan mengambil pelajaran dari kasus ini, serta mengutamakan ukhuwah antara sesama umat Islam ataupun sesama anak bangsa.

"Pada situasi seperti inilah terletak ujian mengamalkan ajaran Islam tentang ukhuwah, rahmatan lil `alamin, tasamuh, dan tawasut sesama umat Islam maupun bangsa Indonesia," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, dalam pernyataan resmi yang dilansir, Kamis (25/10). Menurut dia, PP Muhammadiyah menyatakan keprihatinan yang mendalam atas kejadian pembakaran bendera.

Kendati demikian, melihat situasi sekarang, kata Haedar, yang perlu dikedepankan, khususnya oleh umat Islam, adalah kesadaran kolektif. "Kami percaya umat Islam maupun seluruh masyarakat Indonesia tetap mampu menjaga keutuhan nasional. Berbagai pengalaman pahit sebelum ini lebih dari cukup untuk menjadi bahan pelajaran ruhaniah yang membuat umat dan bangsa ini makin matang dan dewasa," kata Haedar.

Dia juga mengimbau seluruh Muslimin agar menahan diri, tetap tenang, serta tidak berlebihan dalam menghadapi masalah yang sensitif ini. Khusus bagi warga Muhammadiyah, Haedar meminta agar tidak menggelar aksi massa, tetapi ikut serta dalam menciptakan suasana tenang, damai, dan kebersamaan untuk terwujudnya kemaslahatan umat dan bangsa.

Dia juga meminta pemerintah cermat mencari solusi yang terbaik untuk polemik ini. Sikap mengayomi secara adil dan bijaksana kepada seluruh warga dan komponen bangsa sangat diutamakan.

photo
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir.

"Jangan keliru mengambil langkah karena boleh jadi di balik masalah ini, terdapat berbagai tautan masalah yang tersimpan dan tidak sederhana untuk dipecahkan secara instan," ujar Haedar Nashir.

Sebelumnya, beberapa oknum Barisan Ansor Serbaguna (Banser)NU melakukan pembakaran bendera saat perayaan Hari Santri Nasional di Alun-Alun Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, pada Senin (22/10) pagi. Dalam video kejadian tersebut yang beredar di internet, beberapa orang dengan seragam Banser NU tampak membakar bendera hitam bertuliskan Laa Ilaha Illallah Muhammadar-Rasulullah dalam kaligrafi Arab.

Kepolisian menyimpulkan, pembakaran dilakukan secara spontan karena anggota Banser NU menilai bendera yang dibawa salah seorang peserta itu merupakan bendera ormas Hizbut Tahrir Indonesia yang telah dibubarkan pemerintah. Sejauh ini kepolisian telah memeriksa tiga saksi pembakar dan satu saksi pembawa bendera yang di tangkap di Bandung, kemarin. Kepolisian juga masih memburu pengunggah video insiden itu.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Said Aqil Siroj, juga mengajak umat untuk melupakan kejadian pembakaran bendera dan menjadikan kasus ini sebagai pembelajaran. Terkait rencana aksi di Jakarta hari ini, Kiai Said menginginkan jangan sampai menjadi perpecahan dan permusuhan.

Banser NU, menurut Kiai Said, tidak pernah sengaja menistakan agama atau menghina kalimat tauhid. "Mari kita bergandengan dengan positif, jangan bergandengan tangan untuk kehancuran dan permusuhan. Mari kita utamakan, dahulukan keselamatan bernegara dan berbangsa. Yang sudah terjadi itu pelajaran paling pahit, tapi berharga. Ke depan, mudah-mudahan tidak terulang lagi," kata Kiai Said.

Menko Polhukam Wiranto juga memohon agar masyarakat tidak tersulut emosi terkait kasus pembakaran bendera. "Masalah seperti itu diselesaikan dengan ukhuwah tabayun, Islam sendiri mengajarkan itu. Bahwa sesuatu bisa diselesaikan dengan cara mencari kebenaran sejatinya itu. Di Indonesia kan kita punya hukum. Ya kita jalankan itu," kata Wiranto.

Sebelumnya, Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas melayangkan permintaan maaf jika anggotanya membuat kegaduhan di tengah masyarakat. "Saya atas nama GP Ansor dan mewakili kader meminta maaf kepada seluruh masyarakat. Seluruh masyarakat ya, jika apa yang dilakukan kader kami menimbulkan kegaduhan dan ketidaknyamanan. Atas kegaduhannya, bukan pembakaran bendera HTI," ujar Gus Yaqut, Rabu (24/10).

Sementara, mantan juru bicara HTI, Ismail Yusanto, kembali menegaskan, yang dibakar oleh anggota Banser NU di Garut itu bukan bendera HTI. Ia menyatakan, dalam anggaran dasar/anggaran rumah tangga, HTI tidak memiliki bendera, tetapi hanya logo terdapat tulisan Hizbut Tahrir Indonesia beserta lafaz kaligrafi Arab 'Laa Ilaha Illallah Muhammadar-Rasulullah'.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement