Kamis 25 Oct 2018 12:18 WIB

Ketua Umum Muhammadiyah Minta Semua Pihak Menahan Diri

Haedar juga meminta pemerintah cermat dalam mencari solusi terbaik kasus ini.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Elba Damhuri
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir saat tengah menyampaikan amanat dalam Ta'aruf Mahasiswa Baru Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Mataf Maba UMY) tahun 2018 pada Senin (27/8) di Sportorium UMY.
Foto: dok. UMY
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir saat tengah menyampaikan amanat dalam Ta'aruf Mahasiswa Baru Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (Mataf Maba UMY) tahun 2018 pada Senin (27/8) di Sportorium UMY.

REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- Kasus pembakaran bendera yang bertuliskan “Laa Ilaaha Illa Allah” di Garut, Jawa Barat, pada momen Hari Santri Nasional 2018 telah menimbulkan aksi dan reaksi di Tanah Air. Di ruang-ruang publik, banyak yang menyayangkan atau bahkan mengecam aksi oknum-oknum pelakunya. Tidak sedikit pula yang membelanya dengan macam-macam pendapat.

Menurut Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, pihaknya telah menyatakan keprihatinan yang mendalam atas kejadian pembakaran bendera yang berlafazkan tauhid. Melihat situasi sekarang, lanjut dia, yang perlu dikedepankan, khususnya oleh umat Islam, adalah kesadaran kolektif.

Baca Juga

Jangan sampai persoalan ini berpotensi memecah belah bangsa Indonesia. “Kami percaya umat Islam maupun seluruh masyarakat Indonesia tetap mampu menjaga keutuhan nasional. Berbagai pengalaman pahit sebelum ini lebih dari cukup untuk menjadi bahan pelajaran ruhaniah yang membuat umat dan bangsa ini makin matang dan dewasa,” kata Haedar Nashir dalam keterangan tertulisnya, Kamis (25/10).

Dia juga mengimbau seluruh kaum Muslimin agar dapat menahan diri, tetap tenang, serta tidak berlebihan dalam menghadapi masalah yang sensitif ini. Akan lebih bijak bila semua unsur masyarakat menghindari aksi-aksi frontal yang justru dapat memperkeruh suasana.

“Beban bangsa Indonesia sungguh berat dengan berbagai masalah, seperti korupsi dan kesulitan ekonomi, sehingga jangan ditambah dengan masalah baru,” ujarnya.

Jalan tengah yang dapat ditempuh untuk menyudahi pro-kontra kasus ini adalah rasa ikhlas untuk meminta maaf dan memaafkan. Solusi tersebut akan dapat terwujud bila semua pihak tidak merasa diri dan golongannya paling nasionalis. Sebab, dia menegaskan, pada dasarnya seluruh komponen bangsa mencintai Indonesia dan mendukung keutuhan NKRI.

“Pada situasi seperti inilah terletak ujian mengamalkan ajaran Islam tentang ukhuwah, rahmatan lil-‘alamin,  tasamuh, dan tawasuth sesama umat Islam maupun bangsa Indonesia, sebagaimana sering disuarakan sebagai karakter wasathiyah atau moderat yang didengungkan selama ini,” paparnya.

Khususnya bagi warga Muhammadiyah, Haedar meminta agar tidak ada yang turun ke jalan atau menggelar aksi massa dalam merespons pembakaran bendera tersebut. Hal demikian tidak berarti menafikan semangat membela tauhid. Sebab, masih banyak perbuatan yang dapat dilakukan untuk itu sembari tetap menjaga situasi tenteram di Tanah Air.

“Sebaiknya ikut serta dalam menciptakan suasana tenang, damai, dan kebersamaan untuk terwujudnya kemaslahatan umat dan bangsa,” kata Haedar. “Termasuk terus aktif dalam memobilisasi dana dan kerelawanan untuk penanggulangan bencana dan pascabencana di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah.”

Pada faktanya, kasus ini sedang dalam penelusuran Kepolisian RI. Untuk itu, Haedar meminta aparat agar bertindak objektif dan proporsional serta mampu menilai realitas secara cerdas dan bijaksana. Jangan sampai penyelesaian kasus ini di ranah hukum tidak objektif atau mengabaikan substansi sehingga menimbulkan sinisme publik.

Dia juga meminta pemerintah untuk cermat dalam mencari solusi yang terbaik. “Sikap mengayomi secara adil dan bijakasana kepada seluruh warga dan komponen bangsa sangat diutamakan. Jangan keliru mengambil langkah karena boleh jadi di balik masalah ini terdapat berbagai tautan masalah yang tersimpan dan tidak sederhana untuk dipecahkan secara instan,” tuturnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement