REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil dua saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap terkait dengan pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Dua saksi itu dijadwalkan diperiksa untuk tersangka Billy Sindoro (BS) yang merupakan Direktur Operasional Lippo Group.
"Penyidik hari ini dijadwalkan memeriksa dua saksi untuk tersangka BS dalam penyidikan kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta," kata Kelapa Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa (23/10).
Dua saksi itu adalah Daryanto yang merupakan pensiunan pegawai negeri sipil (PNS) dan karyawan swasta bernama Joseph Christoper Mailool. Dalam penyidikan kasus itu, KPK pada hari Selasa (22/10) juga telah memeriksa Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin sebagai saksi untuk tersangka Billy Sindoro.
KPK mengonfirmasi Neneng tentang proses awal perizinan sampai persetujuan ruang terkait dengan pembangunan proyek Meikarta tersebut. Selain Billy, KPK juga telah menetapkan delapan tersangka lainnya dalam kasus suap Meikarta itu, antara lain, konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ).
Selanjutnya, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN), dan Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NNY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Diduga Bupati Bekasi dan kawan-kawan menerima hadiah atau janji dari pengusaha terkait pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Diduga pemberian terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas 774 hektare yang dibagi ke dalam tiga fase/tahap, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.
Pemberian dalam perkara ini diduga sebagai bagian dari komitmen fee fase proyek pertama dan bukan pemberian yang pertama dari total komitmen Rp 13 miliar melalui sejumlah dinas, yaitu Dinas PUPR, Dinas Lingkungan Hidup, Damkar, dan DPM-PPT. KPK menduga realisasi pemberiaan sampai saat ini adalah sekitar Rp 7 miliar melalui beberapa kepala dinas, yaitu pemberian pada bulan April, Mei, dan Juni 2018.