Selasa 23 Oct 2018 13:00 WIB

Pembakaran Bendera, Muhammadiyah: Nasionalisme Harus Santun

Umat Islam tidak perlu menanggapi pembakaran bendera secara berlebihan.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Elba Damhuri
Pengajian Bulanan Muhammadiyah: Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti memberikan sambutan dalam pengajian bulanan PP Muhammadiyah di Jakarta, Jumat (7/10) malam.
Foto: Republika/Prayogi
Pengajian Bulanan Muhammadiyah: Sekum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti memberikan sambutan dalam pengajian bulanan PP Muhammadiyah di Jakarta, Jumat (7/10) malam.

REPUBLIKA.CO.ID  JAKARTA -- Pada peringatan Hari Santri Nasional di Lapangan Alun-alun Kecamatan Limbangan, Kabupaten Garut, terjadi pembakaran bendera berwarna hitam bertuliskan kalimat tauhid. Kejadian ini menimbulkan kontroversi dan polemik di masyarakat, terutama umat Islam.

 

Baca Juga

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti berpandangan, seharusnya pembakaran bendera itu tidak perlu dan tidak seharusnya terjadi. Aksi itu, kata dia, sudah kebablasan, apalagi dilakukan pada saat peringatan Hari Santri.

Mu'ti menyesalkan bagaimanapun yang dibakar itu adalah kalimat syahadat yang sangat suci dan mulia. "Kalau yang mereka melakukan itu sebagai bentuk nasionalisme, ekspresi dan aktualisasinya keliru. Nasionalisme seharusnya dilakukan dengan cara-cara yang santun dan tetap dalam bingkai akhlak yang luhur," kata Mu'ti, Selasa (23/10).

 

Jika yang mereka maksudkan adalah membakar bendera HTI, kata Mu'ti, ekspresinya bisa dilakukan dengan cara yang lain. Misalnya, ia mencontohkan dengan simbol-simbol atau tulisan HTI, tidak dengan membakar bendera bertuliskan kalimat tauhid atau thayibah.

 

Mu'ti menilai, sangat wajar apabila sebagian umat Islam marah terhadap aksi pembakaran kalimat tauhid ini. Walapun demikian, ia meminta masyarakat, khususnya umat Islam, tidak perlu menanggapi persoalan pembakaran bendera secara berlebihan.

 

Mu'ti mengatakan, aksi massa tandingan dan kemarahan yang berlebihan berpotensi menciptakan perpecahan dan kekisruhan. Hal tersebut akan berdampak pada rusaknya persatuan umat dan bangsa.

 

PP Muhammadiyah berpandangan, Banser Garut harus meminta maaf kepada umat Islam atas tindakan tidak bertanggung jawab anggota mereka. Menurut Mu'ti, Banser Garut harus melakukan pembinaan agar masalah serupa tidak terjadi lagi pada masa yang akan datang.

 

"Bagi masyarakat yang berkeberatan dan melihat persoalan pembakaran sebagai tindak pidana penghinaan, sebaiknya menyelesaikan melalui jalur hukum dan menghindari penggunaan kekuatan massa dan kekerasan," papar Mu'ti.

 

PP Muhammadiyah juga meminta aparatur keamanan dan penegak hukum supaya menindaklanjuti dan menjalankan hukum sebagaimana mestinya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement