Senin 22 Oct 2018 13:22 WIB

'Gaya Jokowi-Kiai Ma'ruf Ibarat Bung Karno Gandeng NU'

Jokowi dinilai perlu mengunjungi pesantren modern.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) duduk bersama para ulama dan pejabat di hadapan ribuan santri pada malam puncak peringatan Hari Santri Nusantara, di Lapangan Gasibu, Kota Bandung, Ahad (21/10).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) duduk bersama para ulama dan pejabat di hadapan ribuan santri pada malam puncak peringatan Hari Santri Nusantara, di Lapangan Gasibu, Kota Bandung, Ahad (21/10).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pakar Budaya Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sukron Kamil, menilai gaya politik pasangan Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin punya kecenderungan mengulang apa yang dilakukan oleh Presiden RI pertama Soekarno pada orde lama. Saat itu Soekarno menggandeng Nahdlatul Ulama (NU) sebagai basis kekuatan politiknya dari kalangan agama.

"Kelihatannya Pak Jokowi (dan Ma'ruf) itu punya kecenderungan mengulang periode orde lama, di mana Soekarno dulu bekerja sama dengan NU. Yang ikut bersama Soekarno kan NU, sementara kalangan modernis memang dulu kan enggak diikutkan," paparnya kepada Republika.co.id, Senin (22/10).

Sukron mengakui, salah satu persoalan atau isu yang sering "digoreng" yakni latar belakang Jokowi yang dianggap kurang mewakili kelompok Islam. Dalam kondisi inilah kemudian muncul berbagai isu negatif yang di antaranya keterkaitan Jokowi dengan kelompok non Islam.

"Jadi sebenarnya seperti utamanya Jokowi yang sekarang banyak bersafari apalagi di hari santri kemarin ke beberapa pesantren, tentu saja itu sesuatu yang logis," ucap Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN Jakarta itu.

Alasannya, lanjut Sukron, pertama karena isu keagamaan yang dibenturkan pada sosok Jokowi dan sering dimainkan oleh lawan politiknya. "Sekarang ini dengan menjadikan Ma'ruf Amin sebagai cawapres itu kan untuk kepentingan itu sesungguhnya," ujar dia.

Sukron menjelaskan, konsekuensi dari kondisi demikian mengharuskan Jokowi berkunjung ke banyak ke pesantren. Namun, menurut dia, kunjungan Jokowi cenderung ke pesantren tradisional. Padahal seharusnya Jokowi harus berupaya meraup kemungkinan suara dari pesantren nontradisional.

"Seperti misalnya pesantren modern gontor dan kelompoknya. Meski pesantren modern itu sendiri ada juga yang memiliki visi pesantren tradisional. Jadi sebenarnya Jokowi masih kurang juga mengakomodir kekuatan pesantren," tutur dia.

Tak hanya itu, Jokowi juga perlu berusaha meraup suara dari pesantren tradisional di bawah Persatuan Umat Islam (PUI) di Jawa Barat. Sebab bagaimanapun, mayoritas suara dari PUI sempat dipegang oleh Ahmad Heryawan, mantan gubernur Jabar yang merupakan kader PKS.

"Misalnya pesantren tradisional di bawah PUI di Jabar, yang dulu suaranya hampir seluruhnya untuk Aher. Nah itu masih kurang," kata dia.

Untuk Prabowo sendiri, Sukron memandang mantan Danjen Kopassus akan banyak berkunjung ke pesantren-pesantren modernis yang punya hubungan dengan PKS, cenderung salafi, atau juga kekuatan pesantren yang cenderung dekat dengan alumni 212. Ceruk-ceruk inilah yang akan diupayakan Prabowo.

"Kesannya memang Prabowo berdekatan dengan kalangan ulama-ulama yang cenderung modernis, atau bahkan cenderung salafi. Atau bahkan kekuatan pesantren yang cenderung punya hubungan dengan alumni 212 dan lainnya. Tapi memang, saya melihat pejawatlah yang paling sering mendatangi pesantren-pesantren," katanya.

Baca juga:Resolusi Jihad, Janji Jokowi, dan Penetapan Hari Santri

Baca juga: Data dan Fakta Peluru Nyasar di DPR

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement