REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, peran santri dalam momentum Perjuangan 10 November 1945 di Surabaya acapkali dilupakan oleh sebagaian besar masyarakat. Padahal, kata dia, sejarah mencatat, para santri turut terlibat dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
“Perjuangan tidak hanya dilakukan oleh beberapa kelompok saja, tapi seluruh warga Surabaya termasuk para santri,” ujar Risma usai menghadiri upacara peringatan Hari Santri Nasional di Museum Tugu Pahlawan, Surabaya, Senin, (22/10).
Risma menyampaikan, kaum santri memiliki peran besar dalam proses berdiri tegaknya NKRI. Menurutnya, tanpa kiprah kaum santri melalui sikap sosialnya yang moderat (tawassuth), toleran (tasamuh), proporsional (tawazun), lurus (i`tidal) dan wajar (iqtishad), NKRI belum tentu eksis hingga hari ini.
Maka dari itu, lanjut Risma, momentum Hari Santri perlu ditransformasikan menjadi gerakan penguatan paham kebangsaan yang bersintesis keagamaan. Bahkan, spirit “nasionalisme bagian dari iman” menurutnya perlu terus digelorakan di tengah arus ideologi fundamentalisme agama yang mempertentangkan Islam dan nasionalisme.
“Islam dan ajarannya tidak bisa dilaksanakan tanpa tanah air. Mencintai agama mustahil tanpa berpijak di atas tanah air. Oleh karena itu, Islam harus bersanding dengan paham kebangsaan,” kata perempuan kelahiran Kediri tersebut.
Risma pun mengingatkan para santri, bahwa mereka adalah bagian penting sejarah perubahan bangsa Indonesia. Perubahan yang dimaksud adalah melalui pribadi yang menegakan agama, sehingha mampu mengelola bangsa dan negara.
“Tempaan selama di pesantren akan menjadi bagian penting sejarah kalian menjadi pribadi mandiri, berempati, dan berkarakter,” kata Risma.