Ahad 21 Oct 2018 22:51 WIB

Jokowi Pidato Politik Kebohongan, TKN: Itu Sindiran

Wakil Ketua TKN meminta semua pihak berdemokrasi secara baik dan adu gagasan

Rep: Bayu Adji P/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) duduk bersama para ulama dan pejabat di hadapan ribuan santri pada malam puncak peringatan Hari Santri Nusantara, di Lapangan Gasibu, Kota Bandung, Ahad (21/10).
Foto: Republika/Edi Yusuf
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) duduk bersama para ulama dan pejabat di hadapan ribuan santri pada malam puncak peringatan Hari Santri Nusantara, di Lapangan Gasibu, Kota Bandung, Ahad (21/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, Ace Hasan Syadzily mengatakan, pidato Jokowi yang menyinggung soal politik kebongan merupakan sindiran halus. Menurut dia, ajang kampanye Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) seharusnya dilakukan dengan adu gagasan, ide, dan program. 

Menurut dia, saat ini banyak pihak yang melakukan politik kebohongan terkait Pilpres 2019. Ia mangatakan, Jokowi mengajak semua pihak untuk menyetop melakukan politik kebohongan.  

Baca Juga

"Bukan (melakukan) politik kebohongan," kata dia, saat menghadiri Resepsi dan Puncak HUT Partai Golkar ke-54, di Jakarta International Expo, Kemayoran, Ahad (21/10).

Ia menjelaskan, politik kebohongan yang dimaksud sekarang ini adalah menyampaikan gagasan atau menyerang lawan politik tentu dengan argumen yang tidak berdasarkan fakta dan data. Menurut dia, ajakan Jokowi seharusnya dilakukan oleh siapapun, bukan hanya oleh TKN, melainkan juga kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Ia mencontohkan, salah satu bentuk politik kebohongan adalah menuduh harga nasi dan ayam (chiken rice) di Sungapura lebih murah daripada di Jakarta. Selain itu, argumen yang menyatakan tempe setipis kartu ATM sejak harga dolar melambung tinggi.

"Itu kan sebenarnya politk kebohongan. Sesuatu yang tidak sesungguhnya, artinya itu salah satu politik kebohongan," kata dia.

Ace mengatakan, jika hal itu merupakan aspirasi masyarakat, harus dijelaskan secara detail. Menurut dia, masyarakat tidak ada satu pun yang menutupi objektivitas pemerintahan Jokowi saat ini. 

"Jangan misalnya kita alami satu peristiwa dari satu-dua orang, tetapi kemudian ditarik jadi generalisasi," kata dia. 

Ia mengatakan, yang jadi masalah dalam politik kebohongan adalah menyimpulkan suatu fakta yang sebenarnya hanya dilakukan oleh satu-dua orang. Hal itu justru menunjukkan seolah-olah kondisi Indonesia ada di dalam sebuah ketidakpastian. 

"Itu yang maksudnya politik kebohongan," ujar dia.

Senada, Juru Bicara sekaligus Wakil Ketua TKN Abdul Kadir Karding mengingatkan, jangan suka beragumen tanpa data. Menurut dia, ada sindiran dalam pidato Jokowi kepada salah satu pasangan capres-cawapres.

"Ya saya kira iya (sindiran), supaya itu dikurangi, dihilangkan. Mari kita berdemokrasi secara baik, adu gagasan, adu jejak rekam, adu program, adu visi misi," kata dia.

Karding bahkan tak segan menyebut Sandiaga sebagai salah satu orang yang melakukan politik kebohongan. Menurut dia, cawapres nomor urut 02 itu banyak berargumen tanpa menggunakan dana.

Ia mencontohkan, Sandiaga bilang bahwa tempe setipis ATM, harga nasi ayam lebih murah di Singapura, dan lapangan kerja dibilang susah.

"Masyarakat krisis, krisis apanya? Tidak ada," tegasnya.

Ia mengatakan, pemerintah sudah menjalankan programnya dengan baik. Hasilnya pun positif. Karena itu, ia mengimbau Sandiaga agar melengkapi pernyataannya dengan data.

Karding menegaskan, pemimpin tak bicara tanpa data. Hal itu akan berbahaya bagi bangsa."Sekarang saya tanya, datanya dari mana? Kan data harus dari lembaga yang kita setujui bersama. Kalau data dari asumsi pribadi, tidak bisa," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement