Ahad 21 Oct 2018 23:35 WIB

Pengamat: Keberadaan Indonesialeaks Patut Dipertanyakan

Pengamat khawatir Indonesialeaks jadi alat untuk mengkriminalisasi seseorang.

Emrus Sihombing (kiri).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Emrus Sihombing (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Pengamat media dan akademisi dari Universitas Bung Karno, Feri Sanjaya mempertanyakan keberadaan Indonesialeaks. Sebab, portal tersebut dinilai memberikan informasi yang tidak jelas sumbernya.

"Seharusnya jika keberadaan portal (Indonesialeaks) tersebut, menyebarkan informasi seharusnya mencantumkan narasumber, tidak dirahasiakan, bahkan menyembunyikannya. Jangan sampai informasi hoaks yang disebarkan," katanya saat ditanya mengenai keberadaan Indonesialeaks yang menyeret nama Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Mataram, Ahad (21/10) malam.

Feri menilai, jika dibiarkan maka dapat menjadi alat untuk mengkriminalisasi seseorang seperti dalam kasus dugaan perusakan alat bukti di KPK dengan sasaran Kapolri Tito Karnavian. "Kalau dibiarkan, dikhawatirkan membuat siapa saja dapat menjadi sasaran tembak hanya karena informasi yang tidak jelas sumbernya," ujarnya.

Sementara itu, pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menyatakan paling utama karya jurnalistik itu harus mengedepankan unsur kehati-hatian, mengingat sekali disampaikan ke permukaan tidak bisa ditarik kembali karena berbekas.

"Karya jurnalistik itu berbasis pada data, fakta dan analisis," katanya dikutip dari Antara.

Emrus menambahkan karya jurnalistik juga harus melakukan cek dan ricek kepada lembaga-lembaga atau individu-individu terkait. Konfirmasi itu sangat diperlukan dalam bidang jurnalistik, misalnya, yang terkait menyebutkan nama Kapolri. Sejatinya, kata dia, mereka harus melakukan ricek juga kepada kapolri sebelum merilis dan menyampaikan data tersebut ke permukaan.

"Karena sekali disampaikan ke permukaan menurut teori komunikasi tidak bisa ditarik karena berbekas," ujarnya.

Ia menegaskan kembali unsur kehati-hatian dalam konteks karya jurnalistik itu merupakan hal yang mutlak. "Karena menyangkut suatu fakta, suatu peristiwa, suatu kejadian. apalagi yang terkait dengan lembaga atau individu. Jadi jangan sampai terjadi tanda kutip trial by the press," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement