REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Menghadirkan negara di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah komitmen Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan. Oleh karenanya Ditjen Perhubungan Udara telah membangun bandar udara di seluruh wilayah Indonesia dengan membangun Indonesia dari pinggiran, di daerah perbatasan, daerah rawan bencana dan daerah terisolir.
“Ini adalah pemerataan, ini adalah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,” ujar Presiden Indonesia Joko Widodo.
Indonesia, negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah penduduk lebih dari 250 juta jiwa yang terdiri dari 714 suku tersebar di lebih dari 17 ribu pulau. Ini memerlukan keterhubungan dan keterbukaan isolasi agar bisa saling berinteraksi dan terkoneksi satu dengan yang lain.
Prioritas pembangunan infrastruktur transportasi bertujuan untuk menjalin konektivitas antarkota, antarkabupaten, antarprovinsi, antarpulau, dan antarwilayah, khususnya untuk daerah-daerah yang masih sulit terjangkau. Tujuan utamanya adalah pemerataan pembangunan serta mempersempit ketimpangan antara kota dengan desa, antara daerah dengan daerah, antara wilayah dengan wilayah diseluruh pelosok Tanah Air, karena Indonesia adalah satu bangsa.
Pelaksana Tugas Dirjen Perhubungan Udara Kemenhub, M Pramintohadi Sukarno mengatakan bahwa untuk mewujudkan konektivitas tersebut dalam periode 2015-2018 Ditjen Perhubungan Udara telah selesai membangun dan mengoperasikan 10 Bandara Baru dari 15 Bandara yang ditargetkan akan selesai pada 2019.
Ke-10 bandara baru tersebut yaitu Anambas, Namniwel, Miangas, Morowali, Werur, Maratua, Koroway Batu, Kertajati, Samarinda Baru, dan Tebelian. Penambahan kapasitas terminal bandara yaitu pada Bandara Melalan, Melak, Bandara Aroepala, Selayar, Bandara Bua Luwu, dan Bandara SM Kaharuddin, Sumbawa. Sedangkan sisanya Bandara Pantar, Siau, Tambelan, Muara Teweh dan Buntukunik akan selesai dan dioperasikan pada 2019. Pembangunan bandara baru saat ini ada dibangun dengan biaya sinergi antara Pemerintah, BUMN, dan swasta, agar swasta dapat berperan serta dalam pembangunan in frastruktur.
Sampai dengan akhir 2017 lalu, pemeliharaan dan pengembangan bandara di wilayah perbatasan yang telah selesai dilakukan mencapai 79 Bandara. Sedangkan pada lokasi bandara rawan bencana sebanyak 179 bandara dan pada daerah terisolasi mencapai 146 bandara.
Pada tahun 2018 pemerintah merencanakan meresmikan lima bandara yaitu Maratua – Berau, Maleo – Morowali, Tebelian Sintang, Letung Anambas dan Namniwel serta meresmikan empat terminal baru Melalan – Melak, Aroepala – Selayar, Bua Luwu dan SM Kaharuddin Sumbawa.
Pada kurun waktu yang sama pemerintah juga melakukan pembangunan dan rehabilitas terminal pada 15 bandara yaitu Kertajati Majalengka, Tebelian Sintang, Maratua – Berau, Aji Pangeran Tumenggung Pranoto – Samarinda, Wiriadinata Tasikmalaya, Sisingamangaraja XII – Tapanuli Utara, Domine Eduard Osok – Sorong, Wamena – Papua, Komodo – Labuan Bajo, Djalaluddin Gorontalo, Matahora – Wakatobi, Juwata – Tarakan, Radin Inten II – Lampung, Terminal 3 Soekarno Hatta dan Maleo – Morowali. Sehingga dapat menampung sampai dengan 36 Juta penumpang per tahun.
Seperti dalam siaran persnya, Kemenhub menyatakan, penambahan bandara baru dan peningkatan kapasitas bandara yang telah ada tentunya harus diikuti dengan pelayanan navigasi penerbangan yang andal. Mulai tahun ini hingga 2019, pemerintah menargetkan pembangunan 14 tower navigasi baru yang berlokasi di Banjarmasin, Ilaga, Muara Teweh, Lampung, Luwuk, Palu, Silangit, Solo, Wamena, Dekai, Letung, Muara Teweh, Sintang, dan Kulon Progo. tujuh di antara keempat belas toer baru tersebut telah dioperasikan yaitu yang berada di di Balikpapan, Denpasar, Pangkal Pinang, Pontianak, Semarang, Kertajati, dan Tanjung Pinang.
Pramintohadi mengungkapkan, dengan lalu lintas penerbangan yang terus berkembang, maka pelayanan navigasi penerbangan tetap dipertahankan di atas 90 persen. Pemenuhan standar peralatan navigasi pun terus meningkat sejak 2013 hingga 2018. “Ini diiringi dengan tingkat pelayanan navigasi di atas 90 persen,” jelasnya.
Untuk pelayanan navigasi penerbangan, Pramintohadi mengatakan, saat ini sudah mencapai lebih dari 10 ribu pergerakan lalu lintas udara perharinya. Jika ditotal, terdapat sekitar 2,2 juta pergerakan lalu lintas udara pertahunnya.
Saat ini, lanjut dia, tingkat pelayanan penumpang juga bertambah dari 79,2 persen menjadi 80,14 persen sejak 2014 hingga 2015. Kemenhub menargetkan total ketepatan waktu penerbangan atau on time performance (OTP) pada 2019 meningkat sebesar 8,80 persen.
Ketepatan waktu penerbangan tersebut, menurutnya, perlu terus ditingkatkan karena saat ini ada 417 rute penerbangan domestik. Angka ini lebih banyak jika dibandingkan dengan 2015 yang hanya 279 rute penerbangan domestik. Kemudian pada 2016 terdapat 41 rute baru domestik, 2017 terdapat 68 rute baru domestik, dan 2018 terdapat 30 rute baru domestik.
Rute penerbangan internasional juga terus bertambah. Pada 2015 hanya ada 103 penerbangan. Namun saat ini, total ada 154 rute. Pada 2016, angka itu bertambah 19 rute baru internasional, 2017 terdapat 18 rute baru internasional, dan pada 2018 terdapat 154 rute baru internasional.
Pada 2017, terdapat empat bandara hub angkutan udara perintis kargo dengan 12 rute penerbangan. Kemudian pada 2018 menjadi lima bandara hub dengan 41 rute penerbangan. Menurut Pramintohadi, sudah terjadi penurunan harga sebanyak 57,21 persen untuk kebutuhan pangan pokok sejak jembatan udara dibuat pada 2017.
Pertumbuhan jumlah armada penerbangan Indonesia juga terus meningkat sejak 2014. Pada 2014 hanya ada 1.448 pesawat, 2015 bertambah menjadi 1.621 pesawat, pada 2016 menjadi 1.644 pesawat, dan 2017 menjadi 1.656 pesawat. "Indonesia bahkan masuk dalam daftar 20 bandara tersibuk di dunia," tutur Pramintohadi.