REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Sejumlah wartawan dari berbagai media menggelar aksi solidaritas untuk jurnalis Saudi, Jamal Khashoggi, di depan Kedutaan Besar (Kedubes) Arab Saudi, Jumat (19/10). Mereka membawa sejumlah poster yang salah satunya bertuliskan "Journalists aren't animals. Don't butcher journalists."
"Aksi ini ingin memberi pesan bahwa apa yang terjadi dengan Khashoggi juga bisa terjadi kepada wartawan di Indonesia," ujar penggagas aksi, Donal Harun, kepada Republika.co.id, Jumat (19/10).
Dalam aksi ini, para wartawan juga menuntut agar Arab Saudi dapat menjelaskan dengan detail mengenai nasib Khashoggi. Terlebih sejumlah media telah melaporkan tentang adanya rekaman yang menunjukkan Khashoggi telah dibunuh dengan cara yang keji.
"Kami meminta agar Arab Saudi memberikan penjelasan mengenai Khashoggi, karena Arab Saudi belum membenarkan adanya pembunuhan," jelas Donal.
Menurutnya, masalah hilangnya Khashoggi sudah bukan masalah satu negara, melainkan seluruh dunia. Amerika Serikat (AS) bahkan telah melakukan penyelidikan tersendiri mengenai kasus tersebut.
"Belum tahu apa yang akan dilakukan AS, apakah akan melakukan boikot. Walaupun itu tidak mungkin karena Arab Saudi adalah sekutu AS," tutur dia.
Khashoggi telah dinyatakan hilang saat memasuki gedung konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, sejak 2 Oktober lalu, ketika hendak mengurus dokumen pernikahannya. Surat kabar pro-pemerintah Turki, Yeni Safak, yang diterbitkan pada Rabu (17/10), mengungkapkan rincian dari rekaman audio yang konon mendokumentasikan penyiksaan Khashoggi.
Dalam rekaman itu, spesialis forensik Saudi, Salah Muhammad al-Tubaigy dapat didengar mengenakan headphone untuk mendengarkan musik. Ia memberi tahu pelaku lain untuk melakukan hal yang sama ketika memotong-motong tubuh Khashoggi.
Aksi yang digagas Wartawan Freelance Indonesia ini bukan aksi solidaritas pertama yang dilakukan untuk wartawan. Sebelumnya, pada September lalu, aksi serupa juga diselenggarakan untuk memprotes penangkapan dua wartawan Reuters, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, oleh Pemerintah Myanmar.
Donal berharap setiap aksi solidaritas terhadap profesi wartawan bisa didengar oleh dunia, meski tidak bisa mengubah keadaan. "Untuk bisa menyelesaikan kasusnya sebenarnya masih perlu tindakan militer," kata dia.