REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Abdul Kadir Karding meminta kepada para pejabat negara agar tak asal berguyon di depan publik. Peringatan itu menyusul dilaporkannya menteri Luhut Binsar Panjaitan dan Sri Mulyani ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Karding mengatakan, pihaknya mendorong kedua menteri tersebut untuk kooperatif mengikuti proses yang ada pasca pelaporan. Meskipun, berdasarkan informasi yang diterima TKN, Luhut dan Sri Mulyani hanya sekadar guyon dalam peristiwa salam satu jari di Pertemuan Tahunan IMF-World Bank.
“Berhati-hati dalam mengekspresikan guyonan, spontanitas. Itu hikmah dari adanya laporan terhadap Pak Luhut dan Bu Sri,” kata Karding di Posko Cemara 19, Menteng Jakarta Pusat, Kamis (18/10).
Sosialisasi dinilai perlu lebih masif dilakukan terhadap para pejabat negara. Sebab, hal-hal yang sangat teknis berkaitan dengan aturan-aturan kamapanye belum tentu bisa diketahui oleh pejabat. Ia mencontohkan, dirinya sebagai anggora DPR sudah lima kali mencalonkan diri sebagai anggota legislatif.
Meski begitu, ia pun masih merasa kesulitan dalam memahami detail aturan kampanye baik yang diatur dalam Undang-Undang maupun Peraturan KPU. Sebab, peraturan dibuat sangat detail dan spesifik.
“Contoh, misalnya harus pasang baliho dengan ukuran tertentu, konten tertentu, di titik tertentu, dan jumlahnya juga terbatas. Itu sangat njelimet bagi kami politisi,” ujarnya.
Namun, karena itu sudah menjadi aturan yang berlaku, maka mau tidak mau semua peserta Pemilu serta pendukungnya harus mentaati aturan. “Hukum itu tujuaannya agar kita mengikuti peraturan yang ada dan oleh karena itu perlu didorong agar semua tahu,” katanya menambahkan.
Tim Advokat Nusantara resmi melaporkan Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan dan Menkeu Sri Mulyani ke Bawaslu pada Kamis (18/10). Keduanya dilaporkan atas dugaan pelanggaran kampanye terkait pose satu jari saat menghadiri agenda IMF pada 14 Oktober lalu.
Kuasa hukum pelapor, M Taufiqurrohman, mengatakan, kedua pejabat negara itu diduga melakukan tindakan yang menguntungkan salah satu paslon capres-cawapres.
"Sebagai pejabat negara mereka melakukan tindakan yang patut diduga menguntungkan dan menujukkan keberpihakan terhadap pasangan capres-cawapres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin dalam kegiatan annual meeting IMF dan Bank Dunia di Bali pada 14 Oktober lalu," kata Taufiq.
Adapun dasar pengaduan tersebut karena agenda IMF merupakan agenda resmi kenegaraan. Kemudian, pengadu menemukan adanya indikasi kampanye terselubung di mana Luhut dan Sri Mulyani terlihat mengarahkan Direktur IMF, Christine Lagarde, dan Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim, untuk berpose satu jari pada sesi foto.
Taufiq menegaskan, Luhut dan Sri Mulyani secara hukum patut diduga telah melanggar Undang-Undang Pemilu, sebagaimana diatur Pasal 282 juncto Pasal 283 ayat (1) dan (2) juncto Pasal 547 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, dengan ancaman pidana Penjara 3 Tahun serta denda Rp 36.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah).
Selain itu, keduanya harus diberhentikan sebagai menteri yang secara nyata dan jelas tidak netral dalam kegiatan pertemuan kenegaraan