Rabu 17 Oct 2018 17:03 WIB

Ini Kata Pakar Hukum Soal Kelanjutan Proyek Meikarta

KPK hanya mempersoalkan dan memeriksa perbuatan menyuap penyelenggara negara.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ratna Puspita
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan Apartemen Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (15/10).
Foto: Antara/Risky Andrianto
Pekerja beraktivitas di proyek pembangunan Apartemen Meikarta, di Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Senin (15/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menyatakan, pembangunan proyek Meikarta tetap harus berjalan selama sudah memenuhi proses perizinan. Ia mengatakan, kasus yang sedang disidik oleh KPK itu terkait perbuatan menyuap penyelenggara negara. 

"OTT (operasi tangkap tangan) KPK hanya mempersoalkan dan memeriksa perbuatan menyuap penyelenggara sebagai tindak pidana korupsi,” kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (17/10).

Baca Juga

Terkait korupsi korporasi, Fickar menjelaskan, Meikarta sudah menjadi subjek pelaku tindak pidana korupsi karena pengurusnya termasuk orang yang terkena OTT. Ia menerangkan, dugaan suap yang disidik KPK terkait perizinan, yang dilakukan untuk dan atas nama kepentingan perusahaan.

"Karena tipikornya suap, tidak perlu harus menunggu perhitungan kerugian negara. Karena itu, KPK bisa langsung menetapkan mengingat semua perizinan itu untuk kepentingan perusahaan. Meski hukuman terhadap korporasi hanya denda saja," tutur dia.

Akan tetapi, kata dia, pembangunan proyek harus dihentikan jika belum berizin. Jika belum berizin, biaya yang sudah dibayarkan pembeli atas produk properti Meikarta harus ditanggung oleh perusahaan. 

Penanggungan biaya ini harus dilakukan jika perusahaan diketahui tidak memperoleh izin terkait penggarapan proyek properti di Kabupaten Bekasi itu. "Uang masyarakat tetap ditanggung perusahaan jika perusahaan tidak mendapatkan izin dan sebagai konsumen dilindungi," kata dia.

Meikarta telah mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB) untuk fase pertama seluas 84,6 hektare pada pertengahan tahun ini. Ketika itu, Pemerintah Kabupaten Bekasi menerbitkan IMB untuk 50 menara (tower) apartemen Meikarta. 

"Tahap pertama yang telah sesuai dengan peruntukannya adalah 84,6 ha dan akan dibangun 50 tower apartemen," kata Kepala Seksi Penerbitan izin, Bidang Tata Ruang, dan Bangunan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi, Anton Bofin Purnama, Rabu (17/10).

KPK telah menetapkan sembilan tersangka kasus dugaan suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi. Tersangka pemberi hadiah, yakni Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dua konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi dan Fitra Djaja Purnama, serta pegawai Lippo Group Henry Jasmen. 

Diduga sebagai penerima, yaitu Bupati Bekasi Neneng Hassanah Yasin, bersama sejumlah pejabat Pemkab Bekasi. Para kepala dinas yang menjadi tersangka, yakni Kadis PUPR Jamaludin, Kadis Pemadam Kebakaran Sahat MBJ Nahor, Kadis Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Dewi Tisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi.

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menerangkan, pemberian diduga terkait dengan izin-izin yang sedang diurus oleh pemilik proyek seluas total 774 hektare. Proyek ini dibagi ke dalam tiga fase, yaitu fase pertama 84,6 hektare, fase kedua 252,6 hektare, dan fase ketiga 101,5 hektare.

Kuasa hukum PT Mahkota Sentosa Utama (PT MSU), yang mengerjakan Meikarta, Denny Indrayana, menyampaikan siap bekerja sama dengan KPK terkait kasus ini. Ia menyatakan, PT MSU merupakan korporasi yang menjunjung tinggi prinsip good corporate governance dan antikorupsi.

"PT MSU telah dan terus berkomitmen untuk menolak praktik-praktik korupsi, termasuk suap dalam berbisnis," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement